Beberapa dekade terakhir ini semakin tampak kepercayaan orang bahwa
keberagamaan (religiusty), keimanan, atau spiritualitas memiliki peran
untuk mengatasi berbagai problem kejiawaan manusia modern. Dikatakan oleh
Najati (2001), keimanan kepada Tuhan merupaka kekuatan ruhaniah yang
menopangnya dalam menanggung beratnya bebasn hidup, menghidarkannya dari
keresahan yang menimpa banyak manusia moderen yang di dominasi oleh kehidupan
materi dan persaingan keras guna merai pendapatan materi, tapi pada saat yang
sama ia membutuhkan hidangan ruhaniah.
Peran keimanan dalam mengatasi berbagai problem manusia jauh-jauh hari
telah diperkenalkan oleh psikolog-psikolog Barat. William James (dalam Dale
Carnegie, 1980) berujar: “Tidak ragu lagi bahwa terapi yang terbaik bagi
keresahan ialah keimanan kepada Tuhan merupakan kekuatan yang - tidak boleh
tidak - harus terpenuhi untuk menopang seseorang dalam hidup ini”. Lebih
lanjut ia berkata: “Antara Tuhan dengan kita ada hubungan yang tidak
terputus. Apabila kita menundukkan diri di bawah pengarahan-Nya, maka semua
cita-cita dan harapan kita akan tercapai”.
Orang-orang yang religius memiliki kepribadian yang lebih kuat dan
terhindar dari berbagai penyakit jiwa. Henry Link, seorang psikolog Amerika
Serikat, menyatakan bahwa berdasarkan pengalamannya yang lama dalam menerapkan
percobaan-percobaan kejiwaan atas kaum buruh dalam proses pemulihan dan
pengarahan profesi, ia mendapatkan bahwa pribadi-pribadi yang religius dan
sering mendatangi tempat ibadah memiliki
kepribadian yang lebih kuat dan baik
daripada pribadi-pribadi yang tidak beragama atau tidak menjalankan sama sekali
suatu macam ibadah. Sementara itu A.A. Brill, juga psikolog, berkata: “Induvidu
yang benar-benar religius tidak akan pernah menderita sakit jiwa”.
Berbagai bukti empris di Barat dan Timur menunjukkan bahwa keberagaman,
keimanan dan spiritualitas mengembangkan kepribadian seorang dan sekaligus
menurunkan problem-problem psikologis yang dialaminya. Carl G. Jung setelah
sekian lama bergelut dalam terapi psikologi, berkata: “Selama tiga puluh
tahun yang lalu, pribadi-pribadi dari berbagai bangsa di dunia ini telah
mengadakan konseling denganku dan aku pun telah menyembuhkan banyak pasien.
Tidak kudapatkan seorang pasien pun diantara para pasien yang telah berada pada
penggal kedua umur mereka (lebih dari 30 tahun) yang problem esensialnya bukan
wawasan agama tentang kehidupan. Dapat kukatakan mereka telah menjadi mangsa
penyakit. Sebab mereka telah kehilangan setiap agama yang ada pada setiap masa.
Sungguh tidak ada seorangpun diantara mereka yang menjadi sembuh, kecuali
setelah ia kembali kepada agama tentang kehidupan.
Berdasarkan berbagai macam penelitian lapangan, kedekatan kepada Allah
melalui shalat dapat menurunkan kecemasan di kalangan pelajar (Adi, 1985) dan
menurunkan stress kerja dikalangan karyawan (Karim, 1999); religiusitas
(Akidah, Ibadah, Akhlak, Ilmu, Ihsan) itu menjadi induvidu melihat secara
positif atas peristiwa-peristiwa buruk yang menimpanya (Astuti, 1999);
kedekatan kepada Allah melalui dzikrullah dapat meningkatkan rasa
tenang, menjadikan jdetak jantung lebih teratur, dan menambah makna hidup
(Djuwita, 1983; Hady, 1982), orientasi intrinsic dalam beragama menurunkan
perilaku delinkuen (Kurniawan, 1998), dan seterusnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar