SALAM SERIBU KATA

Praktisi, Pemikir Pendidikan, Peneliti dan Pemerhati Sosial, Mahasiswa, Siswa dan Para Orang Tua, Ini merupakan buah pikiran seorang yang dhoif ingin berbagi pendapat, oleh karena itu kreativitas, catatan berharga dan pemikiran cerdas kita akan diberi manfaat jika disebar luaskan pada khalayak... Semoga kita Sukses...

Senin, 24 Mei 2010

My Liberalisme

Selama ini banyak sekali orang bicara mengenai liberalisme, mulai dari aktivis, politisi, mahasiswa, hingga masyarakat biasa. Ya, liberalisme adalah kata yang cukup populer di Indonesia. Sayangnya bukan populer dalam arti baik , tapi justru lebih banyak dipahami sebagai sebuah momok yang menakutkan: kebebasan tanpa batas, pro-Barat, ketidakadilan, dan lain sebagainya.

Segala sesuatu yang mereka tuduhkan terhadap liberalisme itu berasal dari tradisi intelektual kita yang bercorak sosialistik. Masalah utama berasal dari ketidakpahaman mereka terhadap ide ini. Dalam sebuah sesi workshop berjudul ”Pengantar terhadap Liberalisme,” Dr. Luthfi Assyaukanie menjelaskan bahwa makna dasar liberalisme sebenarnya adalah generous atau orang yang baik dan murah hati. Liberalisme pada intinya memfokuskan pada kepentingan individu manusia. Sangat jauh dari bayangan yang dikhawatirkan orang selama ini.

Kursus mahasiswa yang diselenggarakan oleh Freedom Institute di bawah banner AkademiMerdeka.org itu diselenggarakan di Lido Lakes Resort Hotel, Sukabumi, dari tanggal 26 hingga 28 Februari 2010. Luthfi menjelaskan tidak ada yang perlu ditakuti dari liberalisme, karena liberalisme justru lahir dengan menyesuaikan dan menghargai sifat dasar manusia. “Liberalisme mendasarkan nilai-nilainya pada kodrat manusia, karena itu liberalisme tidak pernah salah,” jelas Luthfi. Semua orang punya hak individu untuk bebas memilih bagi dirinya sendiri tanpa tergantung dari tekanan orang lain.

Pada hakikatnya manusia memiliki hak untuk mendapatkan dua jenis kebebasan, yaitu Freedom to (kebebasan untuk) dan Freedom from (kebebasan dari). Dalam konsep freedom to manusia mempunyai hak untuk bebas memilih apa yang dia mau seperti pekerjaan, jodoh, pendidikan, politik, agama, dll. Sementara konsep freedom from berarti individu mempunyai hak kebebasan dari kekerasan negara, kemiskinan, ketidakadilan, dll. Tapi jangan bayangkan kebebasan sama dengan keliaran, karena pada pinsipnya kebebasan individu sesorang dibatasi oleh kebebasan orang lain. Selain itu, dalam Liberalisme, kebebasan juga harus tunduk pada rule of law, sebagai sebuah konsensus yang disepakati bersama semua kalangan .

Belakangan ini ada kekacauan istilah mengenai salah satu sistem yang dianggap varian liberalisme yang sering kita dengar, yaitu ”neoliberalisme.” Dalam anggapan pengkritik, neoliberal sebagai bagian dari liberalisme merupakan sistem di mana intervensi negara hampir tidak ada, atau satu langkah lagi menuju anarki. Luthfi dengan tegas menolak neoliberalisme dikaitkan dengan liberalisme. “Neoliberlsme tidak pernah dikenal dalam tradisi liberalisme, istilah itu datang dari orang luar yang tidak suka dengan liberalisme,” jelas Deputi Direktur Freedom Institute itu.

Dalam tradisi liberal dikenal empat istilah yang biasa digunakan, yakni Liberalisme Klasik, Liberalisme Lama, Libertarianisme, dan Liberalisme Baru. Lalu di mana posisi Neoliberalisme yang sering dibicarakan itu? Jika yang mereka maksud Neoliberalisme adalah Liberalisme Baru, maka tuduhan mereka makin tak berdasar, karena prinsip-prinsip Liberalisme Baru sangat bertolak belakang dari Neoliberalisme. Liberalisme Baru adalah paham yang sama dengan Liberalisme Klasik (yang memperjuangkan kebebasan, property rights, dan hak individu), namun berbeda dalam hal kebijakan ekonomi, yang lebih menekankan adanya intervensi negara.

Selama ini ada beberapa orang yang menuduh bahwa Indonesia selalu dirugikan oleh liberalisme. Tapi fakta sejarah menunjukan bahwa ketika Partai Liberal berkuasa di Belanda pada abad ke-19, mereka menerapkan kebijakan politik etis yang memperbolehkan pribumi mengenyam pendidikan. Ujung dari politik etis ini tentu saja terwujudnya Indonesia merdeka yang dipelopori para cendekiawan nasional seperti Muhammad Hatta dan Syahrir. “Ini karena orang-orang liberal merasa bahwa ilmu pengetahuan harus disebarluaskan,” tegas Luthfi . Jadi secara tidak langsung Indonesia pernah mendapat manfaat dari kebijakan liberal, meskipun dari penjajah.

Hampir semua negara sosialis dan komunis telah gagal menyejahterakan rakyatnya. Kini kita ditantang untuk mulai berani membuka diri dengan menerapkan nilai-nilai liberal dalam prinsip bernegara. Jika ada sebuah konsep yang selalu gagal jika diimplementasikan, kita bisa mengatakan bahwa kesalahan bukan lagi ada pada orang yang mengemplementasikannya, tapi jelas pada konsep itu sendiri.

Ke depan, Indonesia yang maju haruslah Indonesia yang bisa menghargai hak-hak individu warganya, menjunjung tinggi pluralisme, mau mengintegrasikan diri dengan perdagangan global , dan kuat dalam penegakan hukum.

diambil dari: http://www.freedom-institute.org/id/index.php?page=index&id=559

bagi yang ingin berdikusi monggo di klik
http://www.facebook.com/topic.php?topic=16030&uid=91757927025
atau langsung ke forum diskusi group PC PMII Kota Malang

Mengenai Saya

Foto saya
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Kota Kelahiranku Bangka Island,tepatnya di Kotaberingin, pekerjaanku pengajar di IAIN Raden Fatah Palembang

Ceria Bersama

Ceria Bersama
Puncak Island

Total Tayangan Halaman

Bersama Kita Bisa

Bersama Kita Bisa
Jarlitnas NTB

Kehidupan Gembira

Kehidupan Gembira
Bersama Tetap Ada

Bagaimana pendapat anda tentang blog ini

Berapa kali anda mengunjungi Blog ini