SALAM SERIBU KATA

Praktisi, Pemikir Pendidikan, Peneliti dan Pemerhati Sosial, Mahasiswa, Siswa dan Para Orang Tua, Ini merupakan buah pikiran seorang yang dhoif ingin berbagi pendapat, oleh karena itu kreativitas, catatan berharga dan pemikiran cerdas kita akan diberi manfaat jika disebar luaskan pada khalayak... Semoga kita Sukses...

Selasa, 31 Maret 2009

SENAM OTAK (BRAIN GYM) : Solusi Menghilangkan Stres

SENAM OTAK (BRAIN GYM) : Solusi
Menghilangkan Stres
Oleh: Muhammad Isnain dikutip dari www.parentsguide.co.id

Otak kita terdiri dari dua belahan, belahan otak kiri dan belahan otak kanan. Anehnya, 85 persen orang di dunia ini ternyata hidup dengan mengandalkan belahan otak kiri saja. Sebagian dari sisanya menggunakan kombinasi keduanya, dan sebagian lagi memakai otak kanan. Itulah kesimpulan beberapa penelitian tentang otak. Dari segi fungsi, otak yang terdiri dari dua belahan kiri dan belahan kanan itu seolah memiliki tiga dimensi yang saling berhubungan. Dengan mengoptimalkan penggunaan seluruh bagian ini, fungsi otak dapat dioptimalkan. Sayang, tak semua orang mampu melakukannya. Salah satu cara mengoptimalkan penggunaan semua dimensi otak adalah senam otak.
Tak Perlu Waktu Khusus
Senam otak atau brain gym adalah serangkaian latihan berbasis gerakan tubuh sederhana. Gerakan itu dibuat untuk merangsang otak kiri dan kanan (dimensi lateralitas); meringankan atau merelaksasi belakang otak dan bagian depan otak (dimensi pemfokusan); merangsang sistem yang terkait dengan perasaan/emosional, yakni otak tengah (limbis) serta otak besar (dimensi pemusatan). Sebagai pemula, Anda bisa melakukannya lewat gerakan sederhana sambil melakukan kegiatan sehari-hari. “Senam ini bisa dilakukan tanpa waktu khusus. Sambil nonton televisi juga bisa,” ujar Dra. Hj. Kartika Sapardjiman, pempimpin Kelas Brain Gym di Rumah Sakit Kartika, Pulo Mas, Jakarta Timur. Tapi, imbuh Kartika yang saat ini membimbin tujuh peserta, termasuk seorang ibu hamil, sebelum mempraktikkan sendiri Anda perlu bimbingan instruktur khusus.
Populer di Amerika dan Eropa
Menurut Paul E. Denisson Ph.D., ahli senam otak dari lembaga Educational Kinesiology, Amerika Serikat, meski sederhana, brain gym mampu memudahkan kegiatan belajar dan melakukan penyesuaian terhadap ketegangan, tantangan, dan tuntutan hidup sehari-hari. Pakar penelitian otak inilah yang pertama kali memperkenalkan metode terapi ini di Amerika, 19 tahun silam. Awalnya senam otak dimanfaatkan untuk anak yang mengalami gangguan hiperaktif, kerusakan otak, sulit konsentrasi dan depresi. Namun dalam perkembangannya setiap orang bisa memanfaatkannya untuk beragam kegunaan. Saat ini, di Amerika dan Eropa brain gym sedang digemari. Banyak orang yang merasa terbantu melepaskan stres, menjernihkan pikiran, meningkatkan daya ingat, dan sebagainya. Kalau kita berminat dengan hal ini bisa mencobanya dengan beberapa trik dan gerakan ini :
Macam Gerakan Brain Games
• Gerakan Sakelar Otak:
Sakelar otak (jaringan lunak di bawah tulang selangka di kiri dan kanan tulang dada) dipijat selama 20-30 detik dengan satu tangan, sementara tangan lainnya memegang atau memijat sebelah kanan dan kiri pusar. Mengoptimalkan pengiriman pesan dari otak kiri ke kanan atau sebaliknya, meningkatkan penerimaan oksigen, dan menstimulasi aliran darah agar lebih lancar mengalir ke otak.
Guna: mengoptimalkan keterampilan motorik halus, memperbaiki sikap tubuh, meningkatkan energi, mengurangi stres visual dan relaksasi tengkuk serta bahu.
• Gerakan Silang
Gerakan ini mengaktifkan hubungan kedua sisi otak dan merupakan gerakan pemanasan untuk semua keterampilan yang memerlukan penyeberangan garis tengah bagian lateral tubuh. Mengaktifkan gerakan mata dari kiri ke kanan, meningkatkan harmonisasi penglihatan (binokular).
Guna: mengoptimalkan pekerjaan menulis, mendengar, membaca dan memahami, meningkatkan stamina, memperbaiki pernapasan, pendengaran dan penglihatan.

• Tombol Bumi
Ujung salah satu tangan menyentuh bawah bibir, ujung jari lainnya di pinggir atas tulang kemaluan (15 cm di bawah pusar). Di sentuh selama 30 detik atau 4-6 kali tarikan napas penuh. Meningkatkan koordinasi dan konsentrasi (melihat secara vertikal dan horizontal sekaligus tanpa keliru, seperti saat membaca kolom dalam tabel).
Guna: mengurangi kelelahan mental (stres), mengoptimalkan jenis pekerjaan seperti organisasi, perancangan seni, pembukuan.
• Tombol Imbang
Gerakan ini akan mengembalikan tiga dimensi keseimbangan tubuh (kiri-kanan, atas-bawah, depan-belakang). Tekan ’tombol imbang’ -— 4-5 cm ke kiri dan ke kanan dari garis tengah/lekukan di batas rambut antara tengkorak dan tengkung di atas tulang belakang -— sementara tangan satunya menyentuh pusar, selama 30 detik. Meningkatkan konsentrasi, pengambilan keputusan, pemikiran asosiatif, kepekaan indrawi untuk keseimbangan, menjernihkan pikiran dan menjaga badan tetap relaks.
Guna: mengerti konsep yang tersirat (saat membaca), mengkritisi, mengurangi mabuk perjalanan dan tekanan di kuping karena perubahan ketingian, mengoptimalkan pekerjaan menulis laporan, memakai telepon atau komputer.
• Kait Relaks
Tumpangkan kaki kiri di atas kaki kanan, dan tangan kiri di atas tangan kanan dengan posisi jempol ke bawah. Jemari kedua tangan saling menggenggam, kemudian tarik tangan ke arah pusar dan terus ke depan dada. Pejamkan mata dan saat menarik napas, lidah ditempelkan ke langit-langit mulut dan lepaskan saat mengembuskan napas. Berikutnya, buka silangan kaki, dan ujung-ujung jari tangan saling bersentuhan secara halus di dada atau di pangkuan, sambil mengambil napas dalam 1 menit lagi.
Meningkatkan koordinasi motorik halus dan pemikiran logis, dan pemusatan emosional.
Guna: mendengar aktif, berbicara lugas, menghadapi tes dan bekerja dengan papan ketik, pengendalian diri dan keseimbangan.
Untuk mencegah ketegangan otot, sebelum memulai latihan Anda sebaiknya minum beberapa gelas air putih. Jumlah air yang harus dikonsumsi sekitar sepertiga kali berat tubuh. (artikel ini dikutip dari www.parentsguide.co.id).

Minggu, 22 Maret 2009

PROGRAM PENDIDIKAN & SERTIFIKASI PROFESI

MIZAN SHARIAH BUSINESS CONSULTING & MIZAN EDUCATION CENTER, dimulai 1 APRIL 2009 kembali menyelenggarakan :PROGRAM PENDIDIKAN & SERTIFIKASI PROFESI AHLI KEUANGAN SYARIAH
I. Pendahuluan
Saat ini perkembangan indutri keuangan syariah sudah begitu pesat dan kedepan semakin pesat. Ketahanannya menghadapi krisis terbukti dengan cobaan krisis pada 2008 ini. Keuangan syariah yang menggunakan transaksi riil dan underlying asset yang riil merupakan solusi dari krisis global yang disebabkan keuangan, pengelolaan asset dan underlying asset yang unreal.

Sejalan dengan perkembangan industri keuangan syariah yang pesat di Indonesia, tentu saja dibutuhkan sumber daya manusia yang mumpuni. Untuk dapat mengisi berbagai posisi di lembaga keungan syariah tentu dibutuhkan pengetahuan dan pendidikan keuangan syariah yang cukup. Sehingga ahli keuangan syariah dapat dipenuhi dari dalam negeri, tidak hanya dipenuhi dari lulusan luar negeri seperti Malaysia atau Negara Timur Tengah lainnya atau bahkan dari negeri barat lainnya. Sejalan dengan hal tersebut maka Mizan Consulting dan Mizan Education Center menyelenggarakan program pendidikan ahli keuangan syariah. Nantinya lulusan dari program pendidikan ini akan mendapatkan sertifikasi dari Perhimpunan Profesi Ahli Keuangan Syariah Indonesia (PPAKSI) / Indonesia Islamic Finance Professional Society.

Berbeda dari sertifikasi dan keanggotaan dari lembaga profesi lainnya. Program pendidikan profesi ahli keuangan syariah ini menggunakan metoda pengajaran, pengujian dan sertifikasi dengan sistem kelas. Sehingga peserta wajib untuk mengikuti kelas sebagai syarat untuk lulus dan tersertifikasi. Selain itu program pendidikan ini bisa dikatakan program pendidikan yang “multi tasking” dan “multi function” dalam arti lulusannya aplikable untuk seluruh lembaga keuangan syariah baik bank maupun non bank serta siap untuk mengisi seluruh posisi di lembaga keuangan syariah tersebut. Sehingga pengetahuan dan wawasan yang didapat setiap lulusan dapat diterapkan di perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, pasar modal, multi finance, pegadaian, penjaminan, BMT, Koperasi dan lembaga keuangan lainnya yang berbasis syariah.

Kurikulum dari program pendidikan ahli keuangan syariah ini mengacu kepada Chartered Islamic Finance Professional (CIFP) dari INCEIF Malaysia dengan pengayaan konten lokal serta regulasi RI. Ada tiga jenjang dalam pendidikan dan sertifikasi yaitu :
1. Tingkat Ajun/Associate (AIIFPS=Associate of Indonesia Islamic Finance Professional Society)
2. Tingkat Ahli/Fellow (FIIFPS=Fellow of Indonesia Islamic Finance Professional Society)
3. Tingkat Ahli Utama/ Chartered (CIIFPS = Chartered of Indonesia Islamic Finance Professional Society)
Apabila dilakukan secara konsisten, serius dan rutin serta peserta sudah berpengalaman setidaknya 5 tahun di industri lembaga keuangan syariah maka program pendidikan dan sertifikasi ini keseluruhannya dapat diselesaikan kurang dari 1 tahun.

Sehingga diharapkan pada tahun 2015 sudah didapatkan setidaknya 1.000 tenaga ahli keuangan syariah untuk mengisi pisisi-posisi di lembaga keungan syariah di Indonesia dan bahkan bukan tidak mungkin di luar negeri.

II. Kurikulum
Berdasarkan mengacu sebagian besar pada kurikulum CIFP (Chartered Islamic Finance Profesional) dengan pengayaan pada konten lokal. Yang terdiri atas 3 tingkatan

A. Ajun/Associate (AIIFPS=Associate of Indonesia Islamic Finance Professional Society)
Pada jenjang ini ditekankan pada pengetahuan yang penting dalam ekonomi dan keuangan syariah.
AFP 1001 ISLAMIC ECONOMICS
Pada modul ini mengandung materi tentang pengertian Ekonomi Islam dampak dari aplikasi hokum syariah pada ekonomi dan sistem keuangan, sebuah gambaran tentang ekonomi islam dengan menekankan pada perbedaan kerja dengan prinsip syariah dengan prinsip ekonomi secara umum, menekankan pada pandangan umum tentang ekonomi syariah, pandangan para ahli ekonomi syariah, membandingkan ekonomi syariah dengan sistem lainnya, menjelaskan konsumsi dan produksi dalam ekonomi syariah, menjelaskan tentang konsep uang dari sudut syariah, menjelaskan hubungan ekonomi syariah dengan ekonomi dan keuangan konvensional, dan penjelasan tentang perkembangan sejarah institusi syariah seperti zakah, jizah, kharaj, takaful, sadaqah dan waqaf dan perannya dalam perekonomian.
AFP1002 ISLAMIC FINANCIAL INSTITUTIONS AND MARKETS
Modul ini membahas struktur lpasar keuangan syariah, instrument syariah dan lembaga keuangan syariah. Termasuk sejarah perkembangan lembaga keuangan dan pasar syariah, pengaturan bank sentral dalam kebijakan moneter dalam dual banking system, peran bank dan lembaga keuangan serta operasional perdagangan dan valuasi instrument keuangan termasuk asset, hutang, future dll
AFP1003 SHARIAH RULES IN FINANCIAL TRANSACTIONS
Selain menekankan pada syarat-syarat dari transaksi komersial syariah, modul ini juga mencakup 5 kategori prinsip syariah dalam transaksi komersial. Peserta mengerti akan aplikasi dan mekanisme prinsip syariah yang banyak dipakai seperti mudarabah, murabahah, bai bithaman ajil / bai muajal, musharakah, salam, istisna, ijarah, bai al-inah, tawarruq, hiwalah, kafalah, wakalah, wadiah, ijarah dan rahn.
AFP1004 DEPOSITS AND FINANCING OPERATIONS OF ISLAMIC BANKS
Modul ini menjelaskan peserta dengan pengertian beberapa variasi instrumen keuangan yang ditawarkan oleh perbankan syariah, risiko dari produk perbankan syariah, dan aspek hukum dari produk perbankan syariah.
AFP1005 WEALTH PLANNING AND MANAGEMENT
Modul ini mencakup konsep wealth, membentuknya, mengembangkan dan mendistribusikannya dengan menggunakan persepektif konvensional dan persepektif syariah sebagai sarana untuk wealth planning. Hal ini juga disertai detail proses alokasi wealth, mengenerik wealth dan mengembangkannya melalui investasi di surat berharga dan real estate, dalam wealth protection menggunakan asuransi dan asuransi syariah (takaful), dalam perencanaan masa depan melalui estate plan, tax plan dan perencanaan pensiun serta distribusinya menggunakan waris dan hukum yang menyertainya. Aspek hukum secara garis besar juga dijelaskan sebagai alat yang berguna untuk konsultan dan wealth planner.
AFP1006 ISLAMIC CAPITAL MARKET
Modul ini secara tajam membahas asal muasal dan teori pasar modal syariah da struktur instrumen pasar modal. Topik ini termasuk perkembangan sejarah pasar modal syariah dan funsinya dalam perkembangan ekonomi, dan mobilisasi modal syariah lewat beberapa produk syariah di pasar modal dan pasar obligasi.
AFP1007 SHARIAH ASPECTS OF BUSINESS AND FINANCE
Aspek syariah bisnis dan keuangan mengandung 3 hal utama yaitu : (a) Yuris prudensi Islami termasuk sumber syariah, Ahkam al-Shariah, Legal maxims dan Maqasid al Shariah; (b) Audit dan compliance Shariah termasuk Hisbah, Standard Shariah, Shariah issues dan Shariah audit; (c) teori kontrak syariah termasuk teori umum kontrak, Ahliyyah/kapasitas, Bentuk kontrak, Terms and conditions, Cakupan Kontrak, Breach and remedies.
AFP1008 REPORTING OF ISLAMIC FINANCIAL TRANSACTIONS
Modul ini dimulai dengan mengenalkan akuntansi dan konsep pertanggungjawaban dari Al Qur’an dan Sunnah dan berhubungan dengan hal-hal yang diperlukan dalam akuntansi syariah yang tidak diatur oleh akuntansi keuangan konvensional. Dari sini dapat dibandingkan laporan keuangan perbankan syariah dan konvensional. Penjelasan singkat tentang kontrak keuangan syariah dan penggunaannya dalam perbankan syariah. Modul juga membahas detail bagaimana transaksi keuangan di catat dan dilaporkan dalam lembaga keuangan syariah termasuk mudarabah, murabahah, ijarah, salam, istisna, bba, zakat, takaful dan sukuk. Akhirnya modul ini diakhiri dengan garis besar masalah dan implementasi dalam akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah.
B. Ahli/Fellow (FIIFPS=Fellow of Indonesia Islamic Finance Professional Society)
Pada tingkatan ini dibangun kemampuan yang dibutuhkan untuk berkarir di industri lembaga keuangan syariah
FFP2001 STRUCTURING FINANCIAL REQUIREMENTS
Modul ini membahas pengertian kebutuhan konsumen dan untuk mengembangkan kemampuan solusi struktur keuangan syariah. Dalam modul ini dijelaskan proses detail solusi struktur keuangan yang dapat diterapkan di berbagai sektor
FFP2002 MANAGING ISLAMIC FINANCIAL INSTITUTIONS
Dalam modul ini dibahas semua aspek manajemen lembaga keuangan syariah. Penjelasan mengenai topic pengembangan organisasi, manajemen hubungan konsumen, manajemen stratejik, manajemen keuangan, manajemen saluran distribusi dan faktor penting di manajemen dalam hubungannya dengan syariah.

FFP2003 RISK MANAGEMENT OF ISLAMIC FINANCIAL INSTITUTIONS
Modul ini menjelaskan semua aspek dari risiko yang dihadapi lembaga keuangan syariah, serta fokus pada mengidentifikasi , mengukur dan mebatasi risiko dalam paradigma perbankan. Topik lainnya membahas Basle II dan perkembangan dan manajemen produk treasury. Modul ini juga menjelaskan penegertian operasi dan manajemen risiko syariah, pengukuran eksposure risiko pasar, pengembangan dan aplikasi kontrol risiko dan pembatasan risiko, kemampuan mendesai kebutuhan pelaporan yang diharuskan dan sangat jelas sekali diterangkan tentang keputusan dan batasan syariah untuk membedakannya antara praktek konvensional dan praktek secara syariah.

FFP2004 TAKAFUL AND ACTUARIAL PRACTISES
Modul ini menjelaskan tentang konsep dasar asuransi syariah, prinsip syariah yang diterapkan untuk beberapa model operasi asuransi syariah, perbedaan aspek operasional asuransi syariah seperti pengembangan produk, underwriting, manajemen klaim, distribusi surplus, manajemen risiko dan konsep aktuaria penerapannya.

FFP2005 SHARIAH ISSUES IN MODERN ISLAMIC FINANCE
Modul ini mencakup 3 masalah besar yaitu : 1) masalah penting syariah di perbankan 2) Masalah syariah dalam pasar modal 3) Masalah syariah dihubungkan dengan wealth management. Dengan menyelesaikan modul ini peserta mengerti masalah syariah yang dihadapi sektor keuangan syariah dalam mengimplementasikan konsep syariah dan prinsip dalam praktek sehari-hari. Dengan mengerti permasalahan ini peserta dapat mengambil langkah atau strategi untuk memecahkan permasalahan sesuai kaidah-kaidah syariah yang berlaku. Modul ini juga diperkaya aspek syariah dalam pengembangan produk.
FFP2006 ETHICS AND GOVERNANCE
Tujuan utama modul ini adalah mengarahkan peserta mengerti tentang konsep, perkembangan evolusi, dan fungsi kepatutan perusahaan dalam perekonomian pasar umum, terutama dalam lembaga keuangan syariah. Tujuannya adalah menjelaskan pentingnya kepatutan yang berhubungan dengan compliance baik di syariah maupun non syariah, praktek terbaik untuk menjaga kelanggengan investor dan share holder. Dengan pengetahunan dan pengertian tentang permasalahan memungkinkan peserta menerapkan kepatutan dan kebijakan dan pengambilan keputusan. Sehingga kepatutan dapat diterapkan dalam tingkat operasional sehari-hari.
C. Ahli Utama/ Chartered (CIIFPS = Chartered of Indonesia Islamic Finance Professional Society)

Pada tingkatan ini ini dibangun kompetensi dan pengalaman dalam industri lembaga keuangan syariah. Pada tingkat akhir ini menekankan pada pembuatan paper terutama yang berhubungan dengan lembaga keuangan syariah, sistem ekonomi syariah serta pengembangan pengalaman peserta sendiri dalam industri keuangan syariah.

Semua tingkatan dengan bahasa pengantar Bahasa Indonesia.

III. Program pendidikan :
1. Dilaksanakan dengan tatap muka dalam kelas ber AC yang terbatas antara 10-15 orang
2. Materi diberikan dalam soft copy berupa file di flash disk (setiap peserta mendapatkan 1 flash disk free) dan setiap peserta selama di kelas berhadapan dengan satu komputer yang selalu on line dengan internet
3. Materi pendidikan dipaparkan dengan menggunakan infocus dan peserta dapat mengedit langsung di soft copy nya, materi apa yang perlu dicatat.
4. Pertemuan dilaksanakan antara 12-14 kali ditambah 1 x pertemuan untuk ujian yang nantinya untuk disertifikasi
5. Pendaftaran, permintaan formulir dan keterangan lainnya hubungi :
021-23758905, 0812-8597076, 021-70771721, 021-99550442,
Fax : 021-7996003 e-mail :mizan.consulting@gmail.com
6. Tempat pendidikan : Kindo Gallery Suite C 104 Jl Duren Tiga No 101 (Depan PLN) Pancoran Jakarta Selatan Telp 021-7996007
7. Untuk permintaan IN HOUSE TRAINING dapat dilakukan dengan perjanjian, hubungi 021-2375 8905

IV. Waktu pendidikan :
Periode April-Mei 2009 dilaksanakan sesuai skedul berikut ini :
1. AFP 1001 senin pukul 17-22 5. AFP 1005 jumat pukul 17-22
2. AFP 1002 selasa pukul 17-22 6. AFP 1006 sabtu pukul 07-12
3. AFP 1003 rabu pukul 17-22 7. AFP 1007 sabtu pukul 13- 18
4. AFP 1004 kamis pukul 17-22 8. AFP 1008 minggu pukul 09-14
Untuk kelas FFP dilaksanakan sesuai permintaan peserta dengan persyaratan tertentu. Jadwal dan angkatan pendidikan selama 2009 : Batch 1 bulan April-Mei 2009, Batch 2 bulan Juni-Juli 2009, Batch 3 Agustus-Oktober 2009, Batch 4 Nopember-Desember 2009.

V. Biaya Pendidikan :
1. Tingkat Ajun/ Associate Rp 1.500.000,- per modul termasuk pendaftaran dan biaya ujian sertifikasi. Atau Rp 7.000.000,- untuk keseluruhan 5 modul pilihan termasuk pendaftaran dan biaya ujian sertifikasi.
2. Tingkat Ahli /Fellow Rp 2.000.000,- per modul termasuk pendaftaran dan biaya ujian sertifikasi. Atau Rp 9.000.000,- untuk keseluruhan 5 modul pilihan termasuk pendaftaran dan biaya ujian sertifikasi.
3. Untuk tingkat Profesional / Chartered sementara ini belum diadakan.
4. Biaya pendidikan dapat setor Kas atau transfer ke Bank Mandiri Kc Bogor Juanda A/C 133-00-05166160
A/n : Lathifah Iqlima
Fax bukti bayar ke : 021-7996003

VI. Persyaratan Peserta :
1. Tingkatan Associate/AFP terbuka untuk semua kalangan termasuk new entry, fresh graduate maupun mahasiswa.
2. Tingkatan Fellow / FFP untuk peserta yang sudah lulus tingkat Associate / AFP atau peserta S-1 dari Ekonomi/Keuangan Syariah telah 3 tahun di industri keuangan syariah (harus mengikuti matrikulasi FFP) atau peserta dari S-1 lainnya dengan syarat telah 5 tahun di industri keuangan syariah (harus mengikuti matrikulasi FFP)
3. Tingkatan Chartered / CFP untuk peserta yang sudah lulus tingkat fellow / FFP atau peserta S-2 dari Ekonomi / keuangan syariah dengan pengalaman 5 tahun di lembaga keuangan syariah (harus mengikuti matrikulasi AFP) atau peserta S-2 lainnya dengan syarat telah 8 tahun di industri keuangan syariah (harus mengikuti matrikulasi AFP)

VII. Keuntungan Pendidikan dan Sertifikasi Profesi Ahli Keuangan Syariah
1. Diakui dan dapat diaplikasikan oleh Perbankan, Asuransi, Multifinance, Dana Pensiun, Sekuritas, Pasar Modal, Koperasi, BMT, Penjaminan, Pegadaian,
2. Pengetahuan dan sertifikasi yang didapat dapat langsung diaplikasikan di seluruh lini/posisi di lembaga keuangan syariah Bank maupun non Bank.
3. Meningkatkan pengetahuan, wawasan dan profesionalisme pelaku industri keuangan syariah

VIII. Tim Pengajar
1. Ir Hj. Aida Heralina, MM, Msi, CIFP, CIIFPS (Koordinator)
2. Drs. H. Zantono AAAIJ, CIIFPS
3. DR. M. Rasyidi Issom, MM, Msi, FSAI, AAIJ, FIIS, CIIFPS
4. Pengajar lain dari praktisi berpengalaman, ahli keuangan syariah dan akademisi keuangan syariah

IX. Benefit tambahan
1. Gratis Flash Disk 1 GB
2. Gratis internet di laboratorium kami selama diluar jam belajar selama masa pendidikan
3. Discount 10% untuk refill tinta dan tonner printer di tempat kami (served by X4 Print)
4. Discount 10% untuk pengiriman dokumen dan paket melalui ESL, Caraka dan DHL di tempat kami (served by mailshop)
5. Kemudahan mendapatkan tiket pesawat domestik dan internasional di tempat kami (served by Marfa MBC)
6. Kemudahan mendapatkan voucher hotel di tempat kami (served by Marfa MBC)
7. Kemudahan dan diskon 5% untuk pemasangan iklan di surat kabar / media nasional maupun daerah di tempat kami. (Served by Marfa MBC)

Kamis, 19 Maret 2009

APAKAH BELAJAR ITU

Apakah Belajar Itu
Belajar adalah suatu proses. Artinya kegiatan belajar terjadi secara dinamis dan terus-menerus yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam diri anak. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan (knowledge) atau perilaku (behavior).
Dua anak yang tumbuh dalam kondisi dan lingkungan yang sama dan meskipun mendapat perlakuan yang sama, belum tentu akan memiliki pemahanan, pemikiran dan pandangan yang sama terhadap dunia sekitarnya. Masing-masing memiliki cara pandang sendiri terhadap setiap peristiwa yang dilihat dan dialaminya. Cara pandang inilah yang kita kenal sebagai "Gaya Belajar".
Kata "belajar" yang sering dipersepsikan sebagai tindakan murid duduk diam di dalam kelas, mendengarkan penjelasan guru, dan membaca textbook BUKANLAH arti "belajar" yang sebenarnya yang akan kita bahas dalam artikel ini.
Belajar sebenarnya mengandung arti bagaimana kita menerima informasi dari dunia sekitar kita dan bagaimana kita memproses dan menggunakan informasi tersebut. Mengingat setiap individu memiliki keunikan tersendiri dan tidak pernah ada dua orang yang memiliki pengalaman hidup yang sama persis, hampir dipastikan bahwa "Gaya Belajar" masing-masing orang berbeda satu dengan yang lain. Namun, di tengah segala keragaman "Gaya Belajar" tsb, banyak ahli mencoba menggunakan klasifikasi atau pengelompokan "Gaya Belajar" untuk memudahkan kita semua, khususnya para guru, dalam menjalankan tugas pendidikan dengan lebih strategis.
Gaya Belajar Menurut David Kolb
Tanpa disadari dan direncanakan sebelumnya, setiap anak memiliki cara belajarnya sendiri. Mencoba mengenali "Gaya Belajar" anak, dan tentunya setelah guru mengenali "Gaya Belajar"nya sendiri, akan membuat proses belajar-mengajar jauh lebih efektif.
Dari sekian banyak teori atau temuan mengenai "Gaya Belajar", dalam kesempatan ini kita akan membahas sebuah model yang dikemukakan oleh David Kolb (Styles of Learning Inventory, 1981).

Concrete Experience (CE)
"FEELING"
|
Accomodator = 4 a 1 = Diverger
|
Active | Reflective
Experimentation (AE) =-d-===========-c-= Observation (RO)
"DOING" | "WATCHING"
|
Converger = 3 b 2 = Assimilator
|
Abstract Conceptualization (AC)
"THINKING"
David Kolb mengemukakan adanya empat kutub (a-d) kecenderungan seseorang dalam proses belajar, kutub-kutub tersebut antara lain:
1. Kutub Perasaan/FEELING (Concrete Experience)
Anak belajar melalui perasaan, dengan menekankan segi-segi pengalaman kongkret, lebih mementingkan relasi dengan sesama dan sensitivitas terhadap perasaan orang lain. Dalam proses belajar, anak cenderung lebih terbuka dan mampu beradaptasi terhadap perubahan yang dihadapinya.
2. Kutub Pemikiran/THINKING (Abstract Conceptualization)
Anak belajar melalui pemikiran dan lebih terfokus pada analisis logis dari ide-ide, perencanaan sistematis, dan pemahaman intelektual dari situasi atau perkara yang dihadapi. Dalam proses belajar, anak akan mengandalkan perencanaan sistematis serta mengembangkan teori dan ide untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
3. Kutub Pengamatan/WATCHING (Reflective Observation)
Anak belajar melalui pengamatan, penekanannya mengamati sebelum menilai, menyimak suatu perkara dari berbagai perspektif, dan selalu menyimak makna dari hal-hal yang diamati. Dalam proses belajar, anak akan menggunakan pikiran dan perasaannya untuk membentuk opini/pendapat.
4. Kutub Tindakan/DOING (Active Experimentation)
Anak belajar melalui tindakan, cenderung kuat dalam segi kemampuan melaksanakan tugas, berani mengambil resiko, dan mempengaruhi orang lain lewat perbuatannya. Dalam proses belajar, anak akan menghargai keberhasilannya dalam menyelesaikan pekerjaan, pengaruhnya pada orang lain, dan prestasinya.
Menurut Kolb, tidak ada individu yang gaya belajarnya secara mutlak didominasi oleh salah satu saja dari kutub tadi. Yang biasanya terjadi adalah kombinasi dari dua kutub dan membentuk satu kecenderungan atau orientasi belajar. Empat kutub di atas membentuk empat kombinasi gaya belajar.
Pada model di atas, empat kombinasi gaya belajar diwakili oleh angka 1 hingga 4, dengan penjelasan seperti di bawah ini:
1. Gaya Diverger
Kombinasi dari perasaan dan pengamatan (feeling and watching). Anak dengan tipe Diverger unggul dalam melihat situasi kongkret dari banyak sudut pandang yang berbeda. Pendekatannya pada setiap situasi adalah "mengamati" dan bukan "bertindak". Anak seperti ini menyukai tugas belajar yang menuntutnya untuk menghasilkan ide-ide (brainstorming), biasanya juga menyukai isu budaya serta suka sekali mengumpulkan berbagai informasi.
2. Gaya Assimillator
Kombinasi dari berpikir dan mengamati (thinking and watching). Anak dengan tipe Assimilator memiliki kelebihan dalam memahami berbagai sajian informasi serta merangkumkannya dalam suatu format yang logis, singkat, dan jelas. Biasanya anak tipe ini kurang perhatian pada orang lain dan lebih menyukai ide serta konsep yang abstrak, mereka juga cenderung lebih teoritis.
3. Gaya Converger
Kombinasi dari berfikir dan berbuat (thinking and doing). Anak dengan tipe Converger unggul dalam menemukan fungsi praktis dari berbagai ide dan teori. Biasanya mereka punya kemampuan yang baik dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Mereka juga cenderung lebih menyukai tugas-tugas teknis (aplikatif) daripada masalah sosial atau hubungan antar pribadi.
4. Gaya Accomodator
Kombinasi dari perasaan dan tindakan (feeling and doing). Anak dengan tipe Accommodator memiliki kemampuan belajar yang baik dari hasil pengalaman nyata yang dilakukannya sendiri. Mereka suka membuat rencana dan melibatkan dirinya dalam berbagai pengalaman baru dan menantang. Mereka cenderung untuk bertindak berdasarkan intuisi / dorongan hati daripada berdasarkan analisa logis. Dalam usaha memecahkan masalah, mereka biasanya mempertimbangkan faktor manusia (untuk mendapatkan masukan / informasi) dibanding analisa teknis.
Menyimak berbagai gaya belajar di atas, sebagai guru perlu kiranya kita tetap sensitif terhadap strategi belajar kita sendiri, yang mungkin sama atau sama sekali berbeda dengan orientasi belajar peserta didik di kelas. Perbedaan itu dapat menimbulkan kesulitan dalam kegiatan belajar-mengajar (dalam interaksi, komunikasi, kerjasama, dan penilaian).
Jika mengajar kita pahami sebagai kesempatan membantu peserta didik untuk belajar, maka kita harus berusaha membantu mereka memahami "Style of Learning"nya, dengan tujuan meningkatkan segi-segi yang kuat dan memperbaiki sisi-sisi yang lemah dari padanya.

Rabu, 18 Maret 2009

CRCS "Bukan Sekedar Lembaga Studi Biasa"

Kawan-kawan tulisan dan pemikiran semacam ini perlu kita semua tanggapi, karena ini masalah akademik yang jika kita diam betapa banyak orang yang mencurigai bahwa lembaga pendidikan merupakan dakwah Amerika Cs untuk membenturkan nilai-nilai pluralis dan multikultur diantara kita, Tulisan ini saya kutip dari email apskidepagri yang tulis oleh Pak Zainal Abidin Bagir dan dikirim oleh Mas Fery.

Tanggapan untuk Adian: CRCS "Bukan Sekedar Lembaga Studi Biasa"

Kiriman: Zainal Abidin Bagir
Direktur Eksekutif Program Studi Agama dan Lintas Budaya, Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada.
Dalam beberapa tulisannya (setidaknya ada tiga yang saya temukan) yang dimuat di www.hidayatullah. com dan direplikasi di beberapa situs, Sdr. Adian Husaini menyampaikan pandangannya mengenai Program Studi Agama dan Lintas Budaya (Center for Religious and Cross-cultural Studies, atau CRCS), Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. Tulisan yang terakhir berjudul "Propaganda Lintas Agama yang Kian Canggih" (6 Maret 2009). http://insistnet. com/index. php?option= com_content& task=view& id=110&Itemid= 26
Kami berterimakasih atas perhatian tersebut, namun beberapa pandangannya, sayang sekali, tidak tepat, termasuk menyangkut fakta. Memandang bahwa Sdr. Adian adalah penulis produktif yang tulisannya dibaca banyak orang, ada beberapa hal yang perlu saya jelaskan, mewakili CRCS, maupun pandangan saya pribadi, baik mengenai beberapa fakta tentang CRCS, maupun misi dan pandangan-pandangan nya.
Pertama, perlu saya ingatkan bahwa CRCS bukanlah sebuah lembaga atau organisasi Islam, dan sasarannya bukan hanya Muslim. Ini adalah sebuah program akademik pada tingkat S-2 di Sekolah Pascasarjana UGM, yang notabene tak memiliki afiliasi keagamaan. Sebagaimana halnya program akademik lain di universitas umum, mulai dari Kedokteran, Teknik, hingga Sastra, baik pengajar maupun mahasiswanya datang dari beragam latar belakang agama. Namun CRCS memang bukanlah "sekedar lembaga studi biasa", seperti dikatakan Adian.
Saya akan menjelaskan "ketidakbiasaan" CRCS nanti. Bagi Adian sendiri, itu dikaitkan dengan klaimnya bahwa CRCS "diakui sebagai bagian dari misi diplomatik AS di Indonesia." Bukti yang diajukannya adalah Laporan Kebebasan Beragama 2007 yang dikeluarkan oleh U.S. Department of State. Benar ada laporan tersebut, dan bahwa CRCS disebut di sana, namun, ini hal pertama, yang dikatakan di sana adalah bahwa misi diplomatik AS (terus) mendanai CRCS—bukan CRCS merupakan bagian darinya. Penjelasannya seperti ini. Pada tahun 2006-2007, sebuah program CRCS yang diajukan ke The Asia Foundation (TAF) disetujui untuk didanai. Sejauh kami tahu, TAF memiliki beberapa sumber pendanaan program-programnya, salah satunya dari pemerintah AS. Program yang disetujui itu adalah talkshow dua mingguan, bukan dua bulanan, seperti disebut Adian di tulisannya. Program tersebut berjalan pada 2006-2007, dan telah resmi selesai pada Mei 2007.
Siapakah "sang pemilik dana"?

Yang penting diluruskan adalah kesan bahwa CRCS adalah program AS, yang disebut "sang pemilik dana" oleh Adian. Pertama, dana yang disebut dalam Laporan tersebut hanya menyangkut aktifitas tahun 2006-2007 itu, bukan pendanaan CRCS. Kedua, program Resonansi juga mustahil bisa berjalan hanya dengan dana tersebut. Partisipasi TVRI Yogya dan RRI (nasional) tak bisa diabaikan. Sesungguhnya, nama "Resonansi" sendiri adalah nama program TVRI Yogya yang telah berjalan jauh sebelum kami mulai terlibat di sana, dan masih berjalan hingga kini, setelah program kami selesai. Saya khawatir pandangan Adian terlalu membesar-besarkan AS, melampaui kemampuan negara itu sendiri.
Dalam semua kerjasama dengan banyak lembaga di Indonesia maupun luar negeri, prosesnya bukanlah suatu lembaga mendekati kami, dan menawarkan programnya untuk kami jalankan. Selalu—dan tak ada perkecualian untuk ini—inisiatif pertama datang dari kami, yang mendefinisikan tujuan kami sendiri, menentukan siapa nara sumber yang akan diundang, dan segala hal teknis lainnya. Sebetulnya cukup sering usulan program kami ditolak. Suatu usulan diterima kalau ada kesepahaman mengenai hal-hal prinsipnya, seperti tujuan, dan sebagainya. Seperti halnya proses komunikasi biasa, kadang-kadang tentu salah satu pihak mesti berkompromi, setelah melalui negosiasi untuk mempersuasi salah satu pihak; prosesnya bukan satu pihak mendiktekan keinginannya sendiri ke pihak lain. Dari pihak CRCS sendiri, kami selalu berusaha mempertahankan independensi dalam mengambil keputusan-keputusan prinsipil seperti tujuan, format acara, atau nara-sumber. Rasanya kami tak terlalu naif
berhadapan dengan pihak luar. Kami bersyukur, sejauh ini keinginan untuk independen itu cukup dihormati, dan ada ruang yang cukup luas untuk kreatifitas kami. Karena itu, kalau ada kekeliruan yang dibuat CRCS dalam program-program tersebut, seperti yang diajukan Adian, sebetulnya tak perlu jauh-jauh mengacu pada pendukung dana. Yang perlu dikritik adalah CRCS sendiri. Kami akan senang menerima kritikan Anda dan berdiskusi mengenainya, dan mempertanggungjawab kan pilihan-pilihan kami.
Berani saya katakan bahwa semua universitas di seluruh dunia memerlukan dukungan dari pihak luar universitas untuk mengembangkan dirinya, baik itu dari yayasan milik perseorangan, lembaga pemerintah, komunitas atau organisasi keagamaan, ataupun perusahaan. Debat mengenai independensi selalu terjadi. (Contoh menarik mutakhir: ketika Harvard University dan Georgetown University masing-masing menerima 20 juta dollar AS dari Prince Al-Waleed untuk mengembanhgkan kajian keislaman yang lebih simpatik). Terlalu simplistis untuk mengatakan bahwa menerima dana dari satu pihak berarti menjadi milik pihak itu.
Jika AS bukanlah "sang pemilik dana" CRCS, lalu dari mana sumber dana CRCS? Yang paling penting adalah dari pemerintah Indonesia dan SPP mahasiswa. Dari pihak pemerintah, tentu adalah Departemen Pendidikan Nasional, melalui UGM, yang paling berperan dalam membiayai CRCS. Pada beberapa tahun pertama, kami berterimakasih juga kepada Departemen Agama yang membantu menjadikan CRCS sebagai program studi internasional yang berwibawa, dengan dukungannya untuk menghadirkan dosen-dosen berkualitas. Setelah beberapa tahun, kami disapih dari Depag. Bantuan-bantuan khusus tersebut, khususnya pada tahun-tahun awalnya, amat berarti, karena, sebagaimana kita semua ketahui, SPP untuk sebuah perguruan tinggi negeri tak bisa menutupi semua ongkos pendidikan.
Dana dari luar diperlukan untuk dua jenis aktifitas. Pertama, memperkuat program akademik yang tak bisa didanai UGM atau Diknas (termasuk mengembangkan perpustakaan, mengundang dosen tamu, dan mengupayakan beasiswa); kedua, untuk mengembangkan CRCS sebagai lembaga riset dan pendidikan publik. Untuk kategori pertama, baru-baru ini kami menerima bantuan dari Selandia Baru untuk pembelian buku-buku perpustakaan. Dana yang diberikan adalah dalam bentuk uang tunai, dan kemudian pemilihan buku dilakukan oleh Komite Perpustakaan yang kesemuanya terdiri dari dosen dan staf di UGM. Perpustakaan itu sendiri, yang terletak di Gedung Pascasarjana UGM, tidaklah terlalu besar (saat ini koleksinya baru mencapai 8000 judul), tapi sangat terfokus pada buku-buku kajian agama kontemporer. Dalam hal ini, CRCS memang "tidak biasa"; tak banyak program studi yang memiliki perpustakaannya sendiri. Bagi kami ini amat penting, terutama karena bidang kajian agama adalah bidang
baru di UGM (dan setahu kami belum ada di perguruan tinggi umum lain di Indonesia).
Untuk dosen tamu, salah satu lembaga yang sering membantu kami adalah Fulbright (di Indonesia diwakili oleh Aminef). Prosesnya biasanya adalah kami mengajukan permintaan dosen dalam bidang keahlian tertentu, yang kemudian dipertimbangkan, dan kadang-kadang bisa dipenuhi, kadang-kadang tidak. Jadi, ceritanya bukanlah dosen "dikirim untuk mensukseskan misi imperialisme AS", misalnya. Seingat saya, hingga tahun lalu, ketika Presiden Bush masih berkuasa, sebagian besar dosen AS tersebut justru amat kritis terhadap pemerintahannya sendiri, dan menyampaikannya secara terang-terangan. Selain dari AS, kami pernah mendapat dosen tamu dari Afrika Selatan, Selandia Baru, Iran, dan beberapa negara lain.
Menyangkut beasiswa, tidak pernah ada sumbangan yang datang dari AS secara langsung atau tak langsung. Hingga tahun ini, beasiswa terbesar adalah yang diberikan oleh program BPPS, Diknas, yang setiap tahunnya diterima setengah mahasiswa CRCS, bersama banyak mahasiswa dari program lain di UGM. Di luar itu, untuk mereka yang tidak memenuhi syarat BPPS, dua sumber yang pernah secara signifikan memberikan beasiswa adalah individu perorangan beragama Buddha, dan sebuah lembaga Islam berbasis di Libya, Jam'iyyah al-Da'wah al-Islamiyyah al-`Alamiyyah (World Islamic Call Society). Yang menggembirakan kami, kedua sumber itu tak mensyaratkan latar belakang agama tertentu mahasiswa yang berhak menerima beasiswa. Mahasiswa dari latar belakang agama apapun berhak menerima beasiswa tersebut. Setidaknya tiga tahun terakhir ini, dana beasiswa tersebut telah berhenti. Saat ini, selain beasiswa BPPS, mahasiswa dapat mengajukan beasiswa ke Sekolah Pascasarjana UGM
atau ke CRCS, meskipun jumlahnya amat terbatas (sekitar 6 beasiswa per tahun dari kedua sumber ini, terbatas untuk keringanan SPP, tanpa biaya hidup). Sudah selama 3 tahun terakhir ini banyak mahasiswa yang membayar SPP dan menghidupi dirinya sendiri, atau mencari beasiswa sendiri ke sumber-sumber di luar UGM. Yang kini diupayakan CRCS adalah membangun dana wakaf dari donasi perorangan atau lembaga agar dapat terus memberikan beasiswa setidaknya secara terbatas. Saat ini kami masih terus membuka donasi untuk ini dari siapapun, tanpa syarat mengikat.
Tri Dharma Perguruan Tinggi di CRCS

Sdr. Adian memperingatkan pembacanya bahwa CRCS "bukan sekedar lembaga studi biasa". Untuk ini, saya harus setuju sepenuhnya! Dan itulah yang menjadi salah satu kebanggaan kami. Dalam sebuah tulisan saya pribadi mengenai perkembangan disiplin religious studies di Indonesia (yang akan diterbitkan tahun ini), saya persis mengatakan bahwa, dalam konteks Indonesia, dimana agama memainkan dan masih akan terus memainkan peran penting dalam kehidupan masyarakat, sebuah program studi kajian agama tak bisa hanya menjadi "sekedar lembaga akademik." Aktifitas-aktifitas CRCS secara umum dapat dipahami sebagai penerjemahan Tri Dharma Perguruan Tinggi (pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat). Di CRCS, penerjemahan itu dilakukan dengan memperhatikan konteks disiplin yang dikaji maupun masyarakat Indonesia.
Apakah misi CRCS, seperti dikatakan Adian, "ingin merombak pemikiran keagamaan masyarakat Indonesia"? Saya jawab lagi dengan tegas: Ya—meskipun saya tak akan mengungkapkannya dengan kata-kata itu. Bukankah universitas justru diharapkan tak menjadi menara gading, tapi ikut terlibat dalam persoalan masyarakatnya? Dalam hal ini, concern utama CRCS memang menyangkut agama—dan sekali lagi, bukan hanya Islam—dan yang diupayakan mungkin lebih tepat diekspresikan sebagai "ikut memperbaiki" , bukan "merombak". Di sini pun, perlu diingat bahwa staf CRCS bukanlah kumpulan para agamawan; tapi pekerja akademik yang—ini harapan kami—juga memiliki concern pengembangan masyarakat.
Yang tidak saya setujui dari paragraf Adian yang saya kutip di atas adalah "sejalan dengan pemahaman yang dikehendaki sang pemilik dana". Semoga saya sudah menunjukkan di atas bahwa "sang pemilik dana" bukanlah suatu entitas tunggal yang asyik mendikte, tapi terutama adalah masyarakat Indonesia sendiri, plus banyak lembaga yang amat beragam dari Indonesia maupun negara-negara lain, yang tak berafiliasi keagamaan maupun berafilisiasi Islam, Buddha, Kristen dan sebagainya.
Bagaimana dengan Tri Dharma PT di CRCS? Menyangkut pendidikan, penting dikatakan bahwa tak ada upaya semacam penanaman ideologi pluralisme—atau ideologi apapun—sebagaimana halnya tak ada dakwah agama apapun di lembaga akademik ini. Dalam matakuliah Filsafat Agama, misalnya, pluralisme teologis model John Hick atau Seyyed Hossein Nasr memang dibahas. Namun—sebagaimana semua pemikiran lain yang dibahas—kemudian dikritik dan ditunjukkan kelemahannya. Tokoh-tokoh tersebut dibahas, sebagaimana dalam matakuliah lainnya tokoh-tokoh seperti Sigmund Freud, Karl Marx, John Rawls, Clifford Geertz, Fazlur Rahman, Abdullahi an-Na'im, Mehdi Golshani, Farid Esack dan banyak pemikiran lainnya, dibahas secara kritis. Yang penting untuk lembaga pendidikan seperti CRCS bukanlah mengimani pandangan tokoh-tokoh tersebut, tapi melatih mahasiswa berpikir secara kritis dan melihat sesuatu secara kompleks, tidak "hitam-putih" atau "kawan-lawan" , demi membentuk
pemikirannya sendiri secara otentik. Realitas terlalu kompleks untuk diungkapkan dalam kategori tersebut. Melihat dari karya tulis mahasiswa, kami dapat dengan bangga mengatakan bahwa tujuan itu sedikit banyak sudah berhasil dicapai.
Dua dharma PT lainnya kami kembangkan melalui Divisi Riset dan Pendidikan Publik (dalam bentuk seminar, workshop, forum-forum diskusi, konferensi, dan sebagainya). Terutama untuk keperluan inilah, karena seperti halnya universitas lain belum cukup dana yang dialokasikan untuk ini, kami juga mencari dana dari dalam maupun luar Indonesia, yang hampir semuanya merupakan program kompetitif. Artinya usulan kami disandingkan dengan usulan-usulan lain, dan dilihat kualitasnya. Untuk ini, kami pernah bekerjasama dengan beberapa lembaga dari AS, Belanda, Australia, Norwegia, dan sebagainya.
Jika di atas dikatakan bahwa mustahil lembaga seperti CRCS bisa menjadi "sekadar lembaga akademik" dalam konteks Indonesia, maka yang ingin saya katakan adalah bahwa program studi tumbuh dan merespon persoalan-persoalan di masyarakatnya. Sejauh menyangkut perhatian utama CRCS sebagai program studi kajian agama, untuk menyederhanakan bisa kita sebut ada dua jenis masalah utama dalam konteks Indonesia. Pertama, masalah-masalah yang terkait dengan agama secara langsung atau tak langsung (misalnya: konflik bernuansa agama, hubungan antar komunitas-komunitas agama, hubungan agama dan negara, atau pendidikan agama). Kedua, masalah-masalah yang sebetulnya masalah "non-agama" (seperti krisis lingkungan, kemiskinan, bencana alam, atau kesehatan), namun agama bisa memiliki peran konstruktif di dalamnya.
Untuk contoh terakhir ini, misalnya, selama tiga tahun ke depan, kami mengembangkan riset mengenai "Agama dan Bencana". Yaitu, bagaimana agama menginterpretasi dan merespon bencana alam dari perspektif, ilmu, agama, dan budaya. Ini adalah respon terhadap makin banyaknya bencana alam di Indonesia belakangan ini. Sementara disaster studies telah berkembang pesat dalam disiplin-disiplin seperti geografi (termasuk manajemen bencana) dan ilmu-ilmu sosial (misalnya antropologi bencana), seringkali agama, yang menjadi faktor penting dalam penafsiran maupun respon orang terhadap bencana, tak terlalu diperhitungkan. Analisis yang ingin kami kembangkan adalah upaya integrasi perspektif teologis, sosial, dan ilmiah. Ini bisa dipandang sebagai kelanjutan dari program kami sebelumnya yang ingin mengembangkan wacana ilmu dan agama (termasuk agama dan lingkungan dan bioetika), kali ini dalam bentuk yang lebih kongkret.
Sebuah program lain yang kami sedang kembangkan setidaknya hingga akhir 2010 menyangkut pluralisme sivik. Yaitu, praktik pluralisme (dalam definisi yang dikembangkan dalam ilmu politik dan filsafat politik, bukan definisi teologis). Ini bukanlah pengembangan suatu "ideologi pluralisme"; tapi terutama penelitian mengenai bagaimana hubungan-hubungan sosial antar komunitas, khususnya komunitas agama, terjadi dalam masyarakat (misalnya, bagaimana masyarakat merespon potensi konflik bernuansa agama, bersikap atas kehadiran identitas agama lain di ruang publik) dan juga bagaimana kebijakan negara berperan—secara positif atau negatif—dalam kehidupan beragama masyarakat (termasuk, misalnya, mengenai kebebasan beragama, bagaimana negara mendifinisikan "agama, atau hak minoritas). Satu sisi lain yang tak terpisahkan adalah menyangkut keragaman agama dan kebangkitan agama (terutama Islam, Kristen, Hindu, dan Buddha) di ruang publik, yang merupakan
fenomena di seluruh dunia saat ini. Isunya di sini adalah bagaimana dalam sebuah negara demokratis, aspirasi agama sebagai kekuatan moral di ruang publik dapat diwadahi, dan sejauh mana. Pertanyaannya adalah "bagaimana", bukan "apakah agama bisa tampil di ruang publik", karena seperti banyak ditunjukkan kajian sosiologis, itu sudah tak menjadi pertanyaan lagi: suka atau tidak, agama memang sudah dan selalu hadir di ruang publik. Kami berharap dalam beberapa bulan ke depan, hasil-hasil awal dari penelitian ini sudah bisa kami tampilkan untuk pengetahuan publik.
Dalam kaitan ini agak mengherankan jika Sdr. Adian Husaini mengesankan secara negatif (seperti tampak dalam judulnya) bahwa upaya-upaya "Lintas Agama" adalah sebentuk propaganda. Kita melihat, belakangan ini upaya dialog lintas agama telah makin menjadi mainstream di dunia, termasuk dunia Muslim. Di antara beberapa peristiwa mutakhir menyangkut "lintas agama" adalah inisiatif Common Word (yang berpusat di Yordania), yang dimulai dari surat lebih dari seratus tokoh Muslim (dan sebagian besar berani saya katakan, bukan "Muslim liberal" yang tak disukai Adian) kepada umat Kristiani. Baru-baru ini pula Kerajaan Arab Saudi mensponsori dialog di beberapa tempat, termasuk di PBB (New York). Menarik bahwa dalam dialog itu tampak ada pertentangan keras antara beberapa negara Muslim, termasuk Turki, dengan beberapa negara Eropa, seperti Denmark, menyangkut kebebasan berekspresi. Tapi justru adanya pertentangan ini menunjukkan pentingnya dialog terus
dilakukan. Di dunia Muslim sendiri, dialog dalam pengertian kontemporernya telah mulai diangkat sejak tahun 1960an, mendahului beberapa lembaga Kristen ternama, seperti World Council of Churches. Pada 1962, misalnya Mu'tamar al-`Alam al-Islami (Kongres Muslim Dunia), yang didirikan di Mekkah berbicara mengenai pentingnya dialog. Rabitah al-`Alam al-Islami (Liga Muslim Dunia), yang juga didirikan di Mekkah, pun menanggapi Konsili Vatikan Kedua (yang sebetulnya masih mengandung beberapa kelemahan dalam pandangannya tentang Muslim) dengan sangat optimistik.
Terakhir, komentar singkat untuk beberapa point lain Sdr. Adian. Dalam tulisannya "Upaya Meliberalkan Guru Agama" (November 2008), ia menyebut salah satu bagian dari talkshow Resonansi (yang disebut di awal tulisan ini). Secara umum, misi kami dalam program talkshow tersebut adalah membuka ruang percakapan yang sehat dengan mengangkat topik-topik aktual menyangkut agama dan budaya, mengundang nara sumber yang beragam, dan membuka dialog interaktif dengan pendengar dan pemirsa. Ucapan nara sumber tak bisa diangap sebagai pernyataan resmi CRCS. Tak jarang kami justru mengundang wakil dari kelompok yang tak setuju dengan apa yang dianggap oleh Adian sebagai "misi penghancuran fanatisme umat beragama ...." Dalam tema-tema tertentu, misalnya, kami pernah mengundang wakil MMI, sebagaimana kami pernah mengundang wakil Ahmadiyah atau Aliran Sapta Darma. Meski mereka tampil di acara yang kami rancang, pandangan mereka tak bisa dikatakan mewakili misi
CRCS. Hal yang sama berlaku untuk sebuah program yang dijalankan CRCS dan ICRS tahun lalu, sebuah serial workshop mengenai agama dan globalisasi yang menghadirkan wakil-wakil dari HTI, majalah Sabili, termasuk juga beberapa lembaga Kristen, Buddham, dan Hindu yang beragam. Apa yang disampaikan dalam forum itu tentu tak harus mewakili CRCS.
Perlu pula dijelaskan bahwa buku Resonansi yang dikutip Adian merupakan buku pertama dari dua buku yang direncanakan terbit. Buku pertama temanya di sekitar hak sipil politik (termasuk di dalamnya pendidikan agama), dan buku kedua lebih ke hak sosial, budaya, ekonomi (ada tema tentang krisis lingkungan, bencana alam, pembangkit listrik tenaga nuklir, kemiskinan, difabel, HIV/AIDS, dan sebagainya).
Semoga penjelasan ini sedikit banyak membantu membantu Sdr. Adian dan para pembaca tulisannya untuk mengetahui mengenai CRCS dari tangan pertama. Kami tak mau bersombong diri mengatakan bahwa kami memiliki misi-misi yang terlalu besar yang kami sendiri tak yakin dapat mencapainya; tapi kami cukup bangga bahwa lembaga ini sudah mampu bertahan selama hampir satu dasawarsa, dan terus membuka diri untuk mengembangkan diri. Misi terpenting kami, secara umum, adalah misi pencerdasan dan pengembangan sikap keagamaan yang sehat di alam demokrasi, demi keadilan dan kedamaian. Dan kami percaya bahwa jalan terbaik melalui itu adalah melalui dialog dan menumbuhkan semangat berpikir sendiri, bukan melalui semacam indoktrinasi suatu ideologi—apakah itu disebut pluralisme, liberalisme, Pancasila, atau apapun. Kami akan sangat senang untuk memberikan penjelasan tambahan, jika diperlukan, dan berdialog lebih jauh secara sehat.

Selasa, 17 Maret 2009

SINETRON RELIGIUS ...

SINETRON RELIGIUS
PERSELINGKUHAN AGAMA DAN KAPITALISME

Menjamurnya Sinetron religi pada kurun terakhir ini memberi warna tersendiri dalam kancah entertainment kita. Namun arus deras religiusitas di dunia hiburan ini menyimpan tanda tanya besar. Pasalnya industri hiburan identik dengan life style yang glamour. Sedangkan agama mengandaikan sesuatu yang suci. Dua hal yang saling bertentangan ini dikawinkan dalam bentuk sinetron, maka lahirlah sinetron religi. Seperti apa sebenarnya kedua hal ini, sehingga kita patut curiga ? Artikel ini secara spesifik akan membahas perselingkuhan keduanya.
Sebagai bagian dari industri hiburan, sinetron memiliki ciri yang khas. Sentuhannya yang langsung mengena kehidupan sehari-hari, mendapat tempat tersendiri di relung kalbu masyarakat. Sinetron umumnya mengikuti trend yang sedang aktual. Sebagai contoh, percintaan remaja, kehidupan glamour dan mistik. Tema-tema tersebut silih berganti menjadi main stream sinetron kita. Dan berkat dialektika sinetron inilah, akhirnya kehidupan keagamaan menjadi tema yang laris manis.
Berawal dari kisah sukses program sinetron Ta’arruf di TPI -sebuah program sinetron yang terinspirasi oleh kehidupan nyata yang ditulis di majalah Hidayah- yang telah mendongkraknya menjadi stasiun televisi nomor wahid. Selanjutnya, stasiun televisi lain pun tak urung menayangkan sinetron bertema serupa. Muncullah sinetron “Astagfirullah untuk dulu dan sekarang ”Cinta Fitri” dan untuk konsumsi bulan Ramadhannya ”Rinduku Cintamu” (SCTV), ”Tasbih” Indosiar”, “Taubat” (Trans TV), dan “Azab Ilahi” (TVone). Akhirnya agama menjadi tema yang laku untuk dijual pada masyarakat kita.
Pertanyaannya kemudian adalah apakah ini bagian dari keseriusan pengelola televisi dalam menghadirkan hiburan yang edukatif, atau justru hanya karena ingin mengeruk keuntungan, mengingat kiblat pasar sedang berpihak kepada agama? Tentu saja jawabanya sangat beragam menurut subyektif masing-masing. Menurut penulis ini adalah semata bagian dari dialektika pasar. Kebetulan saja agama ketiban untung, menjadi mainstream hiburan kita.
Ada beberapa hal yang patut kita ungkap di belakang hiburan bernama sinetron religi. Pertama, kepentingan para pemodal yang bertaruh di industri hiburan. Kalau kita perhatikan, perilaku para pemodal atau dalam hal ini para pemilik publishing house dan pengelola televisi, dalam membuat sinetron, yang mereka perhatikan bukan kualitas hiburan atau efeknya di masyarakat. Tapi, yang mereka perhatikan adalah menguntungkan atau tidak produk yang mereka buat. Pertimbangan yang lazim di dunia usaha, termasuk publishing house adalah seberapa luas pangsa pasar suatu produk. Kalau dinilai luas alias digandrungi masyarakat, maka produksi jalan. Ini berlaku untuk semua jenis sinetron, termasuk di dalamnya sinetron religi.
Mereka sama sekali tidak mempertimbangakan nilai-nilai moral dan agama. Yang mereka perhatikan hanya keuntungan, meskipun harus merusak moralitas masyarakat. Bagaimana kalau moral dan agama menguntungkan? Sesuai dengan pijakannya, maka tak luput mereka pun langsung ambil bagian dan berlindung dibalik tameng sinetron religi. Kondisi demikian menguntungkan bagi mereka, karena inilah ajang untuk menunjukkan simpati terhadap agama. Parahnya tak sedikit public yang tertipu oleh indahnya layar sinetron religi. Padahal ini adalah tameng saja yang kebetulan sedang ngetrend.
Kedua, kualitasnya isinya dalam beberapa hal jauh dari ajaran agama alias menyimpang. Indikasi ini terlihat dari pendramatisasian tokoh antagonis yang berlebihan. Penggambaran syetan atau jin dengan seorang yang buruk rupa memakai asesoris tanduk, gigi taring dan darah yang keluar dari mulutnya. Contoh kasus yang lain yaitu keadaan seseorang di alam kubur seolah dapat diketahui, bahkan kuburannya dibuka dan terlihat si mayat yang terbakar kepanasan sedang disiksa. Belum lagi, kisah orang yang telah mati lalu hidup kembali dengan rupa dan tingkah yang berbeda jauh dari keadaannya dalam kehidupannya dulu. Uniknya lagi, setiap acara tidak pernah luput dari kuburan. Di sini kuburan menjadi sesuatu yang wajib, sehigga terbentuk citra Islam itu identik dengan kuburan. Pendramatisasian kisah-kisah yang berlebihan tersebut dan penyertaan kuburan dalam setiap acara, memicu ketakutan bagi sebagian orang, sehingga ini akan menimbulkan syirik dalam bentuk yang baru. Tak beda dengan acara yang muncul sebelumnya seperti, Pemburu Hantu, dan tayangan mistis sejenisnya.
Ketiga, adegan film ini banyak yang mempertontonkan aurat. Alasannya mungkin untuk menggambarkan keadaan yang sesungguhnya bagi si tokoh. Sebagai contoh untuk menggambarkan perilaku kebejatan si tokoh yang mantan pelacur. Adegan dan perilaku yang persis pelacur pun dipertontonkan; sosok perempuan dengan pakaian minim yang sedang bercumbu mesra, sambil menenggak minuman keras. Padahal si aktris tayangan itu muslimah, dan mirisnya lagi setiap acara itu ada juru nasehatnya. Pertanyaan yang muncul kemudian apakah si ustad pemangku acara itu tidak risih terlibat dalam acara dengan adegan yang demikian? Bukankah yang dipertontonkan bertentangan dengan dakwah yang ia sampaikan. Alih-alih ingin mengajak orang kepada kebaikan agama malah mendukung kemaksiatan yang ditentang agama.
Sampai disini, kecurigaan pun muncul, mengapa para pengkhotbah agama mau terlibat dalam acara nista seperti tersebut diatas? Mungkin karena iming-iming amplop yang besar, jauh lebih besar dibanding ceramah di masjid, kemudian popularitas pun akan semakin menanjak, sehingga mereka rela sedikit mengorbankan dakwahnya. Jika demikian pantaskah mereka disebut ustad? Terserah pembaca.
Keempat, nilai dakwah hilang. Dengan mempertontonkan adegan dan dramatisasi yang berlebihan seperti tersebut diatas maka nilai dakwah yang disampaikan menjadi absurd. Meskipun jika kita bersikap khusnudzoh, barangkali niat mereka baik untuk berdakwah. Tetapi, karena caranya yang salah, maka niatnya menjadi percuma. Dan oleh sebab itu, acara sinetron religius perlu ditinjau ulang. Dalam hal ini perlu diingat bahwa membawa agama ke dalam ranah hiburan yang sangat pragmatis itu sangat sensitif. Bukan tidak mungkin, jika akhirnya agama hanya menjadi alat bagi para pemodal untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Akhirnya tayangan yang menyebut dirinya bernuansa religius ini menjadi menyesatkan dan membodohi masyarakat. Jika sudah kontra produktif bagi agama, untuk apa dipertahankan.
Melihat kekurangan tayangan tersebut, maka sudah saatnya para pengelola stasiun televisi dan production huose, meninjau ulang dan memperbaikinya sehingga dakwah tidak dikorbankan oleh pasar. Dengan begitu, televisi turut memberikan hiburan yang edukatif bagi masyarakat. Bukankah ini sesuai dengan fungsi televisi sebagai media informasi dan pendidikan. Allahua’lam bi ash-showab.

kenapa yahudi pintar

Kenapa Yahudi Pintar
Artikel DR Stephen Carr
Leon patut menjadi renungan bersama. Stephen menulis dari pengamatan langsung. Setelah berada tiga tahun di Israel karena menjalani housemanship di beberapa rumah sakit disana. Dirinya melihat ada beberapa hal yang menarik yang dapat ditarik sebagai bahan
tesisnya, yaitu, "Mengapa Yahudi Pintar?"
Ketika tahun kedua, akhir bulan Desember 1980, Stephen sedang menghitung hari untuk pulang ke
California, terlintas dibenaknya, apa sebabnya Yahudi begitu pintar? Kenapa Tuhan memberi kelebihan kepada mereka? Apakah ini suatu kebetulan? Atau hasil usaha sendiri?
Maka Stephen tergerak membuat tesis untuk PhD-nya. Sekadar untuk Anda ketahui, tesis ini memakan waktu hampir 8 tahun. Karena harus mengumpulkan data-data yang setepat mungkin.
Marilah kita mulai dengan persiapan awal melahirkan. Di Israel, setelah mengetahui sang ibu mengandung, sang ibu akan sering menyanyi dan bermain piano. Si ibu dan bapak akan membeli buku matematika dan menyelesaikan soal bersama suami.
Stephen sungguh heran karena temannya yang mengandung sering membawa buku matematika dan bertanya beberapa soal yang tak dapat diselesaikan. Kebetulan Stephen suka matematika.
Stephen bertanya, "Apakah ini untuk anak kamu?" Dia menjawab, "Iya, ini untuk anak saya yang masih didalam kandungan, saya sedang melatih otaknya, semoga ia menjadi jenius." Hal ini membuat Stephen tertarik untuk mengikuti terus perkembangannya.
Kembali ke matematika tadi, tanpa merasa jenuh si calon ibu
mengerjakan latihan matematika sampai genap melahirkan. Hal lain yang Stephen perhatikan adalah cara makan. Sejak awal mengandung sang ibu suka sekali memakan kacang badam dan korma bersama susu.
Tengah hari makanan utamanya roti dan ikan tanpa kepala bersama salad yang dicampur dengan badam dan berbagai jenis kacang.
Menurut wanita Yahudi itu, daging ikan sungguh baik untuk perkembangan otak dan kepala ikan mengandung kimia yang tidak baik yang dapat merusak perkembangan dan pertumbuhan otak anak di dalam kandungan. Ini adalah adat orang-orang Yahudi ketika mengandung.
Menjadi semacam kewajiban untuk ibu-ibu yang sedang mengandung mengkonsumsi pil minyak ikan..
"Ketika saya diundang untuk makan malam bersama orang-orang Yahudi, perhatian utama saya adalah menu mereka. Pada setiap undangan yang sama saya perhatikan, mereka gemar sekali memakan ikan (hanya isi atau fillet)."
Biasanya kalau sudah ikan, tidak ada daging. Ikan dan daging tidak ada bersama di satu meja. Menurut mereka, campuran daging dan ikan tak bagus dimakan bersama. Salad dan kacang adalah suatu kemestian, terutama badam.
Uniknya, mereka akan memakan buah-buahan dahulu sebelum memakan hidangan utama. Jangan terperanjat jika Anda diundang ke rumah Yahudi Anda akan dihidangkan buah-buahan dahulu. Menurut mereka, dengan memakan hidangan karbohidrat (nasi atau roti) dahulu kemudian buah-buahan, ini akan menyebabkan kita merasa mengantuk, lemah dan payah untuk memahami pelajaran di sekolah.
Di Israel, merokok adalah tabu, apabila Anda diundang makan di rumah Yahudi, jangan sekali-kali merokok. Tanpa sungkan mereka akan menyuruh Anda keluar dari rumah mereka, menyuruh Anda merokok di luar rumah.
Menurut ilmuwan di Universitas
Israel, penelitian menunjukkan nikotin dapat merusakkan sel utama pada otak manusia dan akan melekat pada gen. Artinya, keturunan perokok bakal membawa generasi yang cacat otak (bodoh). Suatu penemuan yang dahsyat ditemukan oleh saintis yang
mendalami bidang gen dan DNA.
Perhatian Stephen selanjutnya adalah mengunjungi anak-anak Yahudi. Mereka sangat memperhatikan makanan. Makanan awal adalah buah-buahan bersama kacang badam, diikuti dengan menelan pil minyak ikan (code oil lever).
Dalam pengamatan Stephen, anak-anak Yahudi sungguh cerdas. Rata-rata mereka memahami tiga bahasa yaitu Hebrew, Arab, dan Inggris. Sejak kecil mereka telah dilatih main piano dan biola. Ini adalah suatu kewajiban. Menurut mereka bermain musik dan memahami not dapat meningkatkan IQ. Sudah tentu bakal menjadikan anak pintar.
Ini menurut saintis Yahudi, hentakan musik dapat merangsang otak. Tak heran banyak pakar musik dari kaum Yahudi.
Seterusnya di kelas 1 hingga 6, anak-anak Yahudi akan diajar
matematika berbasis perniagaan. Pelajaran IPA sangat diutamakan. Di dalam pengamatan Stephen, perbandingan anak-anak di Calfornia, dalam tingkat IQ-nya bisa dikatakan 6 tahun kebelakang!
"Segala pelajaran akan dengan mudah ditangkap oleh anak Yahudi. Selain dari pelajaran tadi, olahraga menjadi kewajiban bagi mereka. Olahraga yang diutamakan ialah memanah, menembak, dan berlari. Menurut teman saya ini memanah dan menembak dapat melatih otak memfokus sesuatu perkara disamping mempermudah persiapan membela negara."
"Selanjutnya perhatian saya menuju ke sekolah tinggi (menengah) disini murid-murid digojlok dengan pelajaran sains. Mereka didorong untuk menciptakan produk. Meski proyek mereka kadangkala kelihatannya lucu dan memboroskan, tetap diteliti dengan serius. Apalagi kalau
yang diteliti itu berupa senjata, medis, dan teknik. Ide itu akan dibawa ke jenjang yang lebih tinggi."
"Satu lagi yang diberi keutamaan ialah fakultas ekonomi. Saya sungguh terperanjat melihat mereka begitu agresif dan serius belajar ekonomi.
Di akhir tahun di universitas, mahasiswa diharuskan mengerjakan proyek. Mereka harus mempraktekkannya. Dan Anda hanya akan lulus jika tim Anda (10 pelajar setiap tim) dapat keuntungan sebanyak US$ 1 juta! Anda terperanjat? Itulah kenyataannya. "
Kesimpulan, pada teori Stephen adalah, melahirkan anak dan keturunan yang cerdas adalah keharusan. Tentunya bukan perkara yang bisa diselesaikan semalaman. Perlu proses, melewati beberapa generasi mungkin?
Kabar lain tentang bagaimana pendidikan anak adalah dari saudara kita di Palestina. Mengapa
Israel mengincar anak-anak Palestina? Terjawab sudah mengapa agresi Israel yang biadab dari 27 Desember 2008 kemarin memfokuskan diri pada pembantaian anak-anak Palestina di Jalur Gaza.
Seperti yang kita ketahui, setelah lewat dua minggu, jumlah korban tewas akibat Holocaust itu sudah mencapai lebih dari 900 orang. Hampir setengah darinya adalah anak-anak.
Selain karena memang tabiat Yahudi yang tidak punya nurani, target anak-anak bukanlah kebetulan belaka. Sebulan lalu, seusai Ramadhan 1429 Hijriah, Ismail Haniya, pemimpin Hamas, melantik sekitar 3500 anak-anak Palestina yang sudah hafidz al-Qur'an.
Anak-anak yang sudah hafal 30 juz al-Qur'an ini menjadi sumber ketakutan Zionis Yahudi. "Jika dalam seusia muda itu mereka sudah menguasai al-Qur'an, bayangkan 20 tahun lagi mereka akan jadi seperti apa?" demikian pemikiran yang berkembang di pikiran orang-orang Yahudi.
Tidak heran jika anak Palestina menjadi para penghapal al-Qur'an.
Kondisi Gaza yang diblokade dari segala arah oleh
Israel menjadikan mereka terus intens berinteraksi dengan al-Qur'an. Tak ada yang main playstation atau game. Namun kondisi itu memacu mereka untuk menjadi para penghapal yang masih begitu belia. Kini, karena ketakutan sang penjajah, sekitar 500 bocah penghapal al-Qur'an itu telah syahid.
Perang panjang dengan Yahudi akan berlanjut entah sampai berapa generasi lagi. Ini cuma masalah giliran. Sekarang Palestina dan besok bisa jadi
Indonesia. Ambil contoh tetangga kita yang terdekat, Singapura.
Contoh yang penulis ambil sederhana saja, rokok. Benarkah merokok dapat melahirkan generasi "goblok"? Kata goblok diambil bukan dari penulis, tapi kata itu dari Stephen Carr
Leon sendiri. Dia sudah menemui beberapa bukti yang menyokong teori ini. "Lihat saja Indonesia," katanya seperti dalam tulisan itu.
"Jika Anda ke
Jakarta, dimana saja Anda berada; dari restoran, teater, kebun bunga hingga ke museum, hidung Anda akan segera mencium asap rokok! Dan harga rokok? Cuma 70 sen dolar! Hasilnya! Dengan penduduk berjumlah jutaan orang, ada berapa banyakkah universitas? Hasil apakah yang dapat dibanggakan? Teknologi? Jauh sekali. Adakah mereka dapat berbahasa selain dari bahasa mereka sendiri? Mengapa mereka begitu sukar sekali menguasai bahasa Inggris? Di tangga
berapakah kedudukan mereka di pertandingan matematika sedunia? Adakah ini bukan akibat merokok? Anda pikirlah sendiri?"
Sabili Edisi No. 16 Th XVI 26 Februari
2009/1 Rabiul Awal 1430H dikutip dari emailnya Wan Abu

Minggu, 15 Maret 2009

MEMPERTIMBANGKAN JASA ANALISIS WACANA

Abstrak : Poligami adalah termasuk tradisi yang masih dikenal dan berlaku luas di seluruh penjuru Arab hingga datangnya Islam. Suatu masa di mana perempuan merupakan “makhluk antik” yang dianggap sebagai makhluk antara manusia dan hewan. Dalam kondisi semacam ini, jelas bahwa di dalam poligami terdapat unsur penghinaan terhadap perempuan. Padahal Allah ingin menjadikan di dalam syari’atnya sebagai rahmat bagi perempuan dan penguatan terhadap hak-hak mereka, sebagai hukum adil yang mengangkat derajatnya. Islam telah mengurangi jumlah istri dengan batas hingga empat. Kemudian Islam dengan tegas kepada mereka yang berpoligami pada suatu ketentuan yang apabila mereka menggunakan akalnya maka pastilah mereka tidak akan beristri lebih dari satu. Oleh karena itu Abû- Zayd menegaskan bahwa agama bukanlah wilayah pengecualian dalam hal kenyataan tekstualitasnya. Sebaliknya, agama adalah wilayah teks yang paling subur. Hal ini karena agama mendorong praktek wacana. Sebagai praktek wacana, maka agama bisa dipandang sebagai praktik yang berperan dalam pembentukan wacana-wacana umum lainnya.
Kata Kunci : Analisis Wacana, Teks Al-Qur’an dan Poligami
(Lebih lengkap dapat dibaca pada www.najwanajib.multiply.com) Silakan.......

KONSEP PENDIDIKAN MULTIKULTURALDALAM MERESPON TANTANGAN GLOBALISASI

Abstrak : Salah satu upaya preventif untuk membangun kesadaran dan pemahaman generasi masa depan akan pentingnya selalu menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, demokrasi, kemnusiaan dan pluralisme dalam pergaulan didalam masyarakat yang mempunyai latar belakang kultural yang beragam adalah dengan melalui penerapan pendidikan multikultural. Karena strategi dan konsep pendidikan ini tidak hanya bertujuan agar peserta didik memahami dan ahli dalam disiplin ilmu yang dipelajarinya. Akan tetapi, juga bagaiman caranya agar siswa mempunnyai, sekaligus dapat mempraktekan nilai-nilai pluralisme, demokrasi, humanisme dan keadilan terkait dengan perbedaan kultural yang ada disekitar kita. Dengan diterapkannya konsep dan strategi pendidikan multikultural, diharapkan segala bentuk diskriminasi, kekerasan dan ketidak adilan yang sebagian besar dilatar belakangi oleh adanya perbedaan kultural seper ti perbedaan agama, ras, etnis, bahasa, kemampuan, gender, umur dan kelas sosisal-ekonomi dapat diminimalkan.
Kata Kunci : Pendidikan Multikultural, Tantangan Global dan
Pluralisme.
(Tulisan Lengkap dapat dibaca pada Jurnal Kependidikan Al-Riwayah Vol. 1 No. 2, Agustus 2008 diterbitkan oleh STAIN Sorong Papua Barat).

POLITIK MULTIKULTURALISME

POLITIK MULTIKULTURALISME
DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN
Oleh : Muhammad Isnaini*

Abstrak : Isu-isu tentang multikultural dapat memainkan peranan penting dalam penelitian, pelatihan, dan praktik psikologi. Misalnya, para sarjana psikologi pendidikan dan bidang-bidang yang berkaitan melaksanakan penelitian yang secara budaya masuk kedalam kelompok-kelompok tertentu. Dan para sarjana lainnya melaksanakan penelitian lintas budaya terhadap dua atau lebih kelompok yang dipisahkan oleh benua; dipisahkan oleh perbatasan-perbatasan negara; atau dipisahkan oleh bahasa, etnis, sosial, politik, dan agama. Tulisan sederhana ini perlu dilakukan untuk mengetahui luasnya variasi fenomena psikologi dan perilaku atau keberagaman kelompok. Para pendidik universitas dan perguruan tinggi dalam menerapkan psikologi, saat merancang praktika atau merekomendasikan tingkat masa belajar untuk para siswa, menilai pengetahuan dan pengalaman dihasilkan dari ketebukaan para siswa terhadap individu-individu dari latar belakang budaya yang berbeda. Saat mempraktikannya, para pakar psikologi pendidikan menghadapi situasi yang sulit di mana isu-isu kultural memainkan peranan yang kuat, maka diperlukan penilaian tertentu, komunikasi, dan keterampilan-keterampilan kolaboratif untuk mengendalikan situasi permasalahan secara efektif terhadap sebuah solusi keberhasilan.

Kata Kunci : Politik, multikulturalisme, psikologi dan pendidikan
* Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang dan sekarang sedang menyelesaikan pendidikan S3 Program Studi Teknologi Pendidikan di Universitas Negeri Jakarta.
(Selengkapnya Baca Jurnal Sosio Akademika Vo. 1 No 2 Desember 2008, yang diterbitkan oleh STAI Syeh Maulana Qori Bangko Provinsi Jambi)

PEMIKIRAN INS KAYUTANAM


MOEHAMMAD SJAFEI
(Pemikiran dan Praktik Pendidikan tentang Ruang
Pendidik INS Kayutanam)
Oleh : Muhammad Isnaini*

Pendahuluan
Mohammad Sjafei merupakan salah satu tokoh pendidikan yang hidup pada masa penjajahan kolonial Belanda. Ia mengabdikan hidupnya untuk menemukan formula pendidikan yang tepat untuk membebaskan Indonesia dari penjajahan. Keprihatinannya melihat kondisi Indonesia yang terjajah telah mengilhami Mohammad Sjafei untuk mendirikan sekolah yang dapat membantu kemerdekaan Indonesia. Berbekal pendidikan yang diperolehnya di negeri Belanda dan didikan moral dari orang tua angkatnya, yaitu Marah Sutan dan Chalidjah, Mohammad Sjafei berhasil mendirikan sekolah di Kayutanam, Sumatera Barat.
Pemikiran pendidikan Mohammad Sjafei bermula dari pengamatannya terhadap pribadi masyarakat Indonesia yang malas dan elitis akibat dari pengaruh kolonialisasi. Untuk itu, Mohammad Sjafei beranggapan bahwa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, pendidikan adalah jalan yang tepat bagi bangsa Indonesia. Pendidikan watak yang berorientasi kepada keterampilan tangan dalam pemanfaatan kekayaan alam adalah kunci utama dalam pendidikannya.
Menurut Mohammad Sjafei, keterampilan tangan memiliki beberapa kebaikan, selain bersifat produktif, juga dapat memupuk watak yang baik dalam diri manusia. Berdasarkan keyakinannya itulah Mohammad Sjafei mendirikan sekolah yang khusus mendidik pribadi yang baik melalui pelajaran keterampilan tangan. Pendidikan yang diselenggarkannya tidak menjadikan manusia Indonesia jauh dari masyarakatnya, sebagaimana pendidikan kolonial. Pendidikan di INS Kayutanam mengedepankan community oriented project dan student-centered dalam sistem pengajarannya.
Perguruan ruang pendidik INS yang didirikan oleh Engku Moehammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 (AA Navis: 1996: vii), 70 tahun yang lalu di kayutanam, sebuah desa kecil di sumatera barat, merupakan salah satu perguruan Nasional yang telah menjadi aset bangsa, yang b erdasarkan suatu ideologi yang strategis demi pembebasan bangsa dari ketergantungan akibat lama terjajah.
Sejak berdiri sampai perang kemerdekaan Indonesia, perguruan ini terlah berkibar namanya, bukan hanya berjiwa nasionalisme yang diembannya, juga para alumninya telah banyak memberi kontribusi bagi bangsa ini sesudah masa kemerdekaan. Oleh karena itu tidak jarang para ahli pendidikan sekarang yang banyak berkomentar tentang keberhasilan pendidikan model INS Kayutanam, diantara pengomtar itu adalah, Dirjen Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Fasli Djalal mengemukakan, selama ini banyak pihak sibuk mencari perbandingan ke negara-negara lain untuk mencari ide-ide pendidikan. Padahal ada berbagai ide pendidikan monumental yang lahir dalam sejarah pendidikan nasional. Bahkan ide-ide pendidikan yang disampaikan oleh UNESCO sekalipun, ada yang merujuk pada gagasan pendidikan yang dikembangkan di Indonesia sejak 85 tahun silam. Menurut Fasli, Tamansiswa dan INS Kayutanam merupakan dua pilar pemikiran pendidikan di Indonesia yang bisa dikembangkan untuk menciptakan pendidikan yang bermutu dan kompetitif sekaligus berbasis pada kultur Indonesia. (Kompas, Kamis 24 Agustus 2006).
Ketua III Majelis Luhur Perguruan Tamansiswa Ki Supriyoko mengemukakan, pendidikan Tamansiswa tidak hanya mengagung-agungkan kecerdasan. Tamansiswa mengajarkan keseimbangan antara pengembangan pribadi dan kecerdasan. Pendidikan Tamansiswa tidak hanya bertujuan mengembangkan kecerdasan dan keterampilan, tetapi juga bertujuan membangun anak didik menjadi manusia yang beriman, berakal budi luhur, dan bertanggug jawab atas bangsa, tanah air, dan manusia pada umumnya. Gagasan pendidikan Tamansiswa saling mengisi dengan pemikiran pendidikan Muhammad Sjafei yang mendirikan INS Kayutanam.
Mantan Menteri Kesehatan Farid Anfasa Moeloek mengatakan, Muhammad Sjafei mengajarkan pendidikan merupakan alat untuk menjadi diri sendiri. Salah satu pepatah-petitih yang disampaikan Sjafei adalah ”jangan minta buah mangga kepada pohon rambutan, tetapi jadikanlah tiap pohon menghasilkan buah yang manis”. "Kalau jadi dokter jadilah dokter yang baik. Kalau jadi pedagang jadilah pedagang yang baik. Akan tetapi jangan dokter jadi pedagang,"(http://pakguruonline.pendidikan.net/sjh_pdd_sumbar_frameset.html). Pengamat pendidikan HAR Tilaar menambahkan, gagasan pendidikan Tamansiswa maupun INS Kayutanam memiliki unsur- unsur penting yang dikenal dalam ilmu pendidikan modern. INS Kayutanam tumbuh dalam konteks kebudayaan Indonesia-Minang. Ini sesuai pemikiran pendidikan modern yang selalu melihat pendidikan dalam konteks pendidikan. Pendidikan INS Kayutanam juga sangat kental dengan nasionalisme. Roh semacam ini, hilang dalam pendidikan Indonesia saat ini. Begitu juga komentar Bapak Winarno Surakhmad (Mantan Rektor IKIP Jakarta sekarang UNJ), mengatakan, bila gagasan pendidikan Tamansiswa dan Kayutanam hidup pada zaman Belanda, gagasan mereka justru mati dalam zaman republik. (Kompas, Kamis, 24 Agustus 2006 dan baca juga Berita Pendidikan, Edisi XXII Tahun ke V, September 2006, Hal. 7).

Mengenal Engku Moehammad Sjafei dari Dekat

Membicarakan seorang tokoh sekaliber Moehammad Sjafei, sungguh dirasakan perlu juga kita mengetahui seorang yang paling berjasa terhadap beliau, orang itu adalah Inyik Ibrahim Marah Sutan (Marah Sutan)[1] dan isterinya seorang yang buta huruf tetapi jiwa nasionalis dan patriotisnya sangat tinggi dan beliau mendapatkan gelar dari masyarakat adalah ”Laba-laba merentang jaring”, yaitu Andung Chalidjah. Kedua orang inilah yang mengangkat Moehammad Sjafei menjadi anak serta menyekolahkannya, sehingga berhasil memimpin Pendidik Ruang INS Kayutanam, yang sebelumnya sudah dirintis oleh Sutan Marah. (AA. Navis: 1996:4).
Sutan Marah yang menamatkan pendidikan Kweekschool, yang oleh rakyat dinamakan sekolah raja[2] yang didirikan di Bukittinggi. Setelah menamatkan pendidikan tahun 1890, beliau langsung menjadi guru pada sekolah rendah di Padang Sumatera Barat, dan kemudian menikah dengan gadis buta huruf dari Bengkulu yaitu Chalidjah. Dalam perjuangan mengajar, Sutan Marah selalu berpindah-pindah 5 tahun di Padang kemudian pindah ke Sukadana Lampung, 7 tahun kemudian pindah lagi ke Idi Aceh, dan 3 tahun kemudian pindah lagi ke Pontianak, serta masih banyak lagi daerah tempat pengambdian mengajarnya Sutan Marah. Setelah pensiun beliau menetap di Jakarta sampai akhir hayatnya pada tanggal 31 Agustus 1954 dan dikebumikan di pemakaman Tanah Abang Jakarta[3].
Ketika Sutan Marah bertugas di Pontianak, ia mengangkat anak yang bernama Moehammad Sjafei, seorang anak yatim yang ditinggalkan Ayahnya semasa kecil dan diasuh ibunya bernama Sjafiah, buta huruf yang pekerjaannya membuat kue untuk dijajakan Sjafei. Ibu Sjafei tidak dapat menentukan hari dan tanggal lahir anaknya, namun dapat diperkirakan tanggal 31 Oktober 1893. Dan menurut beberapa literatur Sjafei diangkat ditetapkan pada tanggal lahirnya itu juga.
Kemudian Sjafei disekolahkannya pada sekolah raja Bukittinggi, disini beliau mempunyai bakat seni yaitu belajar biola dan melukis, setelah 6 tahun di sekolah raja, beliau ditawari pemerintah untuk mengajar di HIS Padang, namun ia lebih memilih Kartini School di Jakarta dan masih banyak lagi aktivitas beliau di Jakarta, diantaranya beliau sering berdiskusi dengan dr. Sutomo, pemimpin Budi Oetomo serta dan ditawari pekerjaan menjadi redaktur dari Volkslectuur (kemudian bernama Balai Pustaka) namun beliau menolak. Kemudian dilanjutkannya oleh Bapak angkatnya Sutan Marah ke negeri Belanda pada tahun 1922. Ketika Sjafei di Belanda, ekonomi dunia dilanda krisis, yang di Indonesia terkenal dengan istilah ”malaise” atau oleh rakyat disebut ”zaman beras mahal”.[4]
Walau ekonomi krisis, selama di Belanda Sjafei menyempatkan diri mengunjungi hampis seluruh sentra industri dan sekolah kerajinan untuk keperluan studinya, untuk praktik pendidikan, dia dapat izin mengajar pada sekolah rendah Mookhoek, Rotterdam.(Majalah Sendi: 1953). Dan pada waktu senggang beliau sempat menulis banyak buku pelajaran membaca Arab dan Latin untuk sekolah rendah dan semua buku ini diterbitkan JB Worlter, Jakarta (AA. Navis:1996:20).
Disamping itu ia ikut aktif dalam organisasi pelajar yang didirikan oleh Mohammad Hatta yaitu ”Indonesisch Vereeniging” dan menjadi redaktur rubrik pendidikan pada organisasi itu. Kebiasaan lain yang diherankan oleh Moh. Hatta yang lebih dahulu sampai ke Belanda karena Sjafei tekun dengan kerajinan tangan, baginya pelajaran kerajinan tangan dan pendidikan kerajinan tangan ada bedanya. Pelajaran kerajinan tangan dapat diberikan melaui kursus atau pelatihan, yang fungsinya untuk keterampilan tenaga kerja, sedangkan pendidikan kerajinan tangan fungsinya untuk membangkitkan minat kerajinan dan kemauan bekerja. (AA. Navis: 1996:21).
Setelah sering berdiskusi, Hatta dan Sjafei menemukan pandangan yang sama bahwa Bangsa yang merdeka adalah Bangsa yang terdidik, bukan hanya oleh semangatnya saja, tetapi oleh kadar intelektual dan kemampuan menjadi bangsa yang mandiri di bidang ekonomi, dan ekonomi bangsa dapat tegak jika kita mempunyai industri. Oleh karena itu akhir dari perjuangan mereka di Belanda ini maka Mohammad Hata mendirikan partai Pendidikan Nasional Indonesia (PNI Merdeka), dan Moehammad Sjafei mendirikan Ruang Pendidik ”Indonesisch Nederlandsche School” (INS) di Kayutanam[5].

INS dan Sejarahnya
Sejak pemerintah mendirikan sekolah rendah di Padang pada tahun 1926, guna memenuhi tenaga kerja dikantor pemerintah atau perusahaan Belanda, setiap “Tuanku Laras” seperti berlomba mendirikan sekolah dinagari tempat kedudukan masing-masing. Sampai akhir abad 19, sekolah rendah seperti itu mencapai lebih 106 jumlahnya. Pemerintah sendiri secara bertahap mendirikan sekolah, pada mulanya didirikanya sekolah rakyat 3 tahun dan didirikannya pula HIS disetiap tempat kedudukan kontrolir.
Karena keterbatasan jumlah sekolah, para pegawai di Bukittinggi mendirikan yayasan VSM untuk mendirikan HIS bersubsidi dari pemerintah. Sebelumnya di Padang, Diniyah Abdullah Ahmad oleh pengurus yayasan kemudian diubah menjadi “HIS Adabiyah” agar mendapat subsidi guru. Di Padang Panjaang dibentuk pula oleh masyarakat pegawai dan pedagang suatu organisasi yang bernama FKPP untuk mendirikan Schakael School semenjak tahun 30an itu bermunculan banyak sekolah rendah swasta berbahasa belanda yang tidak bersubsidi diberbagai kota dan satu sekolah menengah “iivorsa” di Bukittinggi. Kemudian sekoalh taman siswa di Padang, Bukittinggi, Payakumbuh, Batusangkar, bahkan disebuah desa dilereng merapi, sungaipuar. Muhammadiyahpun mendirikan sekolah yang sama dengan label “HIS Metde Quran”. Sekolah itu dimungkinkan berdiri karena banyak tamatan HIK dan AMS negeri atau swasta dijawa yang tidak mendapat lapangan kerja. Sebagaian dari sekolah itu berafiliasi dengan pergerakan nasional atau Islam, meski tidak bernaung dalam salah satu partai politik. Menjelang situasi dan kondisi itulah INS lahir didesa kecil Kayutanam pada tanggal 31 Oktober 1926 yang dipelopori oleh Marah Sutan dan Rahman. (AA. Navis:1996: 53). Dan Organisasi buruh kereta api yang bernama VBPSS yang berpusat di Padang merupakan pendukung awal dari kehadiran INS.
Setelah Sjafei kembali dari Belanda tahun 1925, Rahman mulai berkampanye untuk mendirikan sekolah itu dikalangan pengurus dan anggota organisasinya sejak awal tahun 1926. dukungan terhadap keberadaan sekolah itu juga diberikan oleh organisasi perantau Minangkabau ”Medan Perdamaian” di Jakarta, dimana Marah Sutan salah seorang penasehat dan Sjafei anggota kehormatan.
Pada tanggal 7 April 1926 Sjafei telah sampai di Padang dalam pertemuan dengan Rahman dirumuskan gambaran dari sekolah yang dicita-citakan itu. Misalnya, tentang jenjang pendidikan yang terbagi 2: Tingkat dasar dan Tingkat Atas. Untuk tingkat dasar, sekolah dapat didirikan dikota-kota penting disepanjang jalur jalan kerta api. Oleh karena disekolah yang langsung dipimpin Sjafei itu akan sulit menampung anak-anak yang baru mulai untuk diasramakan. Kemudian, setelah menamatkan kelas 3, barulah anak-anak itu melanjutkannya kejenjang sekolah yang berada di Kayutanam.
Lokasi sekolah di Kayutanam disepakati karena letaknya mudah didatangi oleh anak-anak dari Padang, Pariaman, Padang Panjang, dan Bukittinggi, yang akan dapat ditempuh sekitar 1 atau 2 jam dengan menggunakan kereta api. Ada kemungkinan atau kebetulan pilihan desa kayutanam menemui emosi mereka sendiri karena mereka berasal usul dari desa itu. Namun, menurut Sjafei, pilihan utama ialah karena orang Minangkabau yang perantau itu akan dapat menyebarkan ideologi INS kemana mereka pergi. Artinya, INS dapat didirikan di kota Sumatera Barat mana saja.
Keduanya sepakat bahwa sekolah yang mereka cita-citakan itu akan mendidik murid berwatak mandiri, berkemauan dan bekerja keras. Sekolah itu bersifat non diploma karena fungsi diploma pada umumnya bukan untuk menerangkan nilai pendidikan murid, melainkan untuk mendorong mereka mencari kerja dari kantor kekantor, seperti halnya dengan sekolah lain.
Pokok pikiran tentang non diploma itu, bahwa pada masa itu resesi ekonomi dunia sehabis perang duania pertama telah menyebabkan terjadi banyak pengangguran dikalangan terdirik karena dimana-mana banyak didirikan sekolah yang berorientasi pada diploma, tetapi lapangan kerja tidak bertambah, oleh karena itu, perlu ada sekolah alternatif yang tanpa diploma agar murid-murid didorong membuka usaha sendiri dan tidak akan menjadi calon penganggur.
Setelah dua tahun berdiri, timbullah perbedaan pendapat tentang status sekolah itu antara Marah Sutan dan Sjafei dengan Rahman. Menurut Rachman sekolah itu adalah milik VBPSS, dan boleh saja mencari upaya apa saja dan darimana pun untuk mendapatkan dana guna mengembangkan INS. Sedangkan menurut Sjafei dan Marah Sutan, INS adalah sekolah nasional yang independen, tidak berafiliasi dan ada campur tangan dari siapapun, dan harus mandiri. Suatu lembaga yang kehilangan independensi akan berisiko dengan hak campur tangan pihak lain secara ideologis visi dan program baik karena demi kepentingan politik maupun karena kebodohan semata-mata. Maka itu dalam ceramah Sjafei yang diundang oleh ki Hajar Dewantara pemimpin taman Siswa menyimpulkan bahwa ”sistem INS dinamakan ”Arbijdschool” sedangkan Taman Siswa dinamakan ”Zending School”. (Sjafei: 1992:46).
Pada hari Minggu, tanggal 31 Oktober 1926 Ruang Pendidik INS diresmikan, Sjafei dalam pidatonya mengemukakan bahwa nama sekolah yang baru didirikan itu adalah Ruang Pendidik ”Indonesisch Nederlandche School” (Ruang Pendidik INS). Pengertian ”Ruang” ini adalah suatu tempat yang luasnya tiada terbatas, sedangkan ”Pendidik” artinya belajar dan mengajar, bukan hanya terbatas adanya guru dan murid, tetapi belajar dari pengalaman dan kehadiran alam disekitarnya. Penggunaan bahasa belanda dalan kepanjangan INS adalah untuk menyatakan sekolah itu sama nilainya dengan sekolah Belanda. Penggunaan istilah ”Indonesisch” yang diletakkan didepan Nederlansche dimaksud untuk pernyataan bahwa INS adalah sekolah bangsa Indonesia yang mau maju dan statusnya tidak lebih rendah dari Belanda, mengenai penggunaan ”Nederlanche” itu sendiri untuk menyatakan bahwa sekolah INS menggunakan bahasa Belanda. (AA. Navis: 1996:60).
Setelah berbagai fasilitas seluas 5.500 m2 selesai dibangun berikut lapangan olah raga seperti sepak bola, atletik, tenis, kolam renang serta koperasi dan restoran, pada tanggal 31 Oktober 1941, INS diwakafkan kepada bangsa Indonesia dengan akta notaris Raden Kadiman di Padang. Dalam salah satu diktum yang tertera pada akta notarais itu, diterangkan bahwa apabila Sjafei meninggal kepemimpinan INS berada dibawah pengurus wakaf yang diketuai oleh Abubakar Djaar. Apabila Abubakar tidak mampu lagi pimpinan diserahkan kepada almuni INS, dan apabila alumni tidak mampu lagi pimpinan INS diserahkan kepada taman siswa, apabila taman siswa tidak sanggup maka INS diserahkan kepada bangsa Indonesia. (A A Navis:1996:62-63)
Ketika perang dunia kedua pecah, dan jepang menduduki Sumatra Barat hampir seluruh murid INS kembali ke kampungnya masing-masing, tetapi kondisi ini tidak berlangsung lama, kampus INS digunakan untuk tempat pemuda berlatih semi militer yang disebut Seinendan, tidak kurang dari 3600 pemuda sempat berlatih, oleh karena itu Sjafei mengubah program pendidikan menjadi sekolah guru untuk sekolah rakyat yang diberi nama ”Guru Revolusi Indonesia” (GRI) dan ini hanya berlangsung 2 tahun karena diserang Belanda, kampus dibumi hanguskan.
Sehabis perang kemerdekaan pemerintah tidak mempunyai kebijaksanaan untuk merehabilitasi INS yang telah menjadi korbaan perang, yang diberikan kepada Sjaafaei hanyaalah untuk memimpin SGB Negeri. Sekolah ini diresmikan 31 oktober 1952 dan pendidikan dimulai pada tahun 1953.
Setelah pergantian pemerintahan dari orde lama ke orde baru pada tahun1976, Sjafei memulai lagi membangun INS dengan dukungan menteri P dan K, Dr Sarino Mangoenpranoto secara simbolis perguruan INS versi baru ini dibuka pada tanggal 31 oktober 1967. Kemudian pada tanggal 31 oktober 1968 INS merayakan hari jadi ke 42 tahun, hampir seluruh pejabat pemerintah hadir ketika itu.
Secara politis Sjafei tidak dapat menembus birokrasi untuk memperoleh bantuan tenaga guru dan dana, namun hubungan pribadinya dengan beberapa orang Belanda memberikan dukungan kemungkinan INS memperoleh dukungan dana dari NOVIB. Dalam proses melengkapi persyaratan administrasi inilah Sjafei meninggal pada tanggal 5 maret 1969 di Jakarta dalam usia 76 tahun dan meninggalkan seorang istri Johanna yang dinikahinya pada tanggal 31 oktober 1954 dan jenazahnya dibawa ke Kayutanam yang dikuburkan di sebelah makam ibu angkatnya Chalidjah dalam kampus INS.

Sistem Pendidikan INS Kayutanam
Ada tiga komponen utama, sistem pendidikan INS Kayutanam, yaitu tenaga ia bisa bekerja, otak ia bisa berpikir dan jiwa ia bisa merasa. Komponen ini akan membuat alam bergerak dalam sistem yang tetap secara dinamis yang dialektik seimbang, manusia sebagai substansi alam, dengan tenaga pikiran dan perasaannya tidak boleh tidak harus mengikuti sistem alam itu dan keluar dari sistem berarti lepas dari keseimbangan.
A. Falsafah
Falsafah pendidikan INS berangkat dari pemikitran filsafat alam sebagai ciptaan Tuhan yang maha esa, lebih dikenal dengan ”Alam takambang menjadi Guru”, yang ditarik dari penjabaran ayat al-quran yang turun pertama kali yaitu ”iqra’”.
B. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan yang diciptakan Sjafei ini adalah mendidik manusia supaya,menjadi manusia, serta mengantarkan anak kepada diri dan bakat yang dimiliki. Oleh karena itu orang lebih kenal dengan pendidikan INS Kayutanam sebagai ”sekolah ahli tukang”, maksudnya adalah lulusan sekolah ini setiap murid punya talenta unsur inovasi dan kemauan untuk berkarya. Seiring dengan ini Engku Moehammad Sjafei sering mengungkapkan pepatah kepada murid-muridnya adalah ”Jangan meminta buah mangga dari pohon rambutan tetapi pupuklah pohon mangga itu agar menghasilkan buah yang manis”. Prinsip tujuan dan pepatah inilah yang dipegang para alumni INS Kayutanam seperti Mochtar Lubis (Wartawan dan penulis), Bustanul Arifin (Mantan Menteri Koprasi), AA Navis(Seniman), Hasnan Habib dan Faried Anfasa Moeloek. (baca Republika, Jumat, 11 Mei 2007).
Melalui pergeseran dan perkembangan zaman dewasa ini bahkan sesudah zaman kemerdekaan, maka tujuan pendidikan INS merujuk pada UUD 1945, yaitu menyempurnakan kehidupan bangsa agar setara dengan bangsa-bangsa yang maju dibidang ilmu dan teknologi, sosial dan ekonomi serta seni dan budaya. Perangkat untuk menuju tujuan itu tidak lain menjadikan bangsa Indonesia agar memiliki otak yang cerdas, mental yang kuat dan budi pekerti luhur serta kemauan dan ketangkasan yang terampil dan etos kerja yang tinggi. (AA. Navis:1996:104-105).
Memungkinkan untuk pencapaian ini, karena indikator tujuan pendidikan INS dari dulu hingga sekarang seperti yang telah dijelaskan di atas yaiti menggali bakat murid, menjadi ahli tidak sekedar tukang, berotak cerdas (inovatif dan kreatif) dan etos kerja yang tinggi. Jika kita kaitkan dengan tujuan pendidikan nasional menurut UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 yang berbuyi ” Tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang; beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (UU Sisdiknas No 20 Tahun 2003). Yang penekanannya pada mementingkan potensi peserta didik serta cakap, kretif dan mandiri.
C. Program Pendidikan
Dalam konsep dan program pendidikan di sekolah umum yang diakui pemerintah, posisi pendidikan keterampilan, kerohanian dan kesiswaan dinamakan program ekstrakulikuler yang tidak wajib diadakan oleh setiap sekolah, tetapi dalam konsep pendidikan INS keempat kelompok program pendidikan itu sama nilai dan sama pentingnya, karena merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dalam pendidikan yang ada dalam diri siswa. Untuk keperluan formal program pendidikan akademik pada INS disesuaikan dengan program sekolah umum negeri, seperti SMP dan SMA.
Di antara pendukung program lain dalam pendidikan INS ini adalah, kurikulum ”plus”, asrama dan intensifikasi pendidikan. Kurikulum ”plus” yang berfungsi untuk mengembangkan sikap mental murid agar mampu mengemban kewajiban sebagai bangsa yang bernegara merdeka serta pemegang amanah Tuhan agar menjadi khalifah tul fil ardh.
Sebagai ilustrasi, komentar Sjafei terhadap pendidikan Indonesia semasa ia masih hidup adalah ”pendidikan di Indonesia sekarang pada umumnya tidak total, melainkan sepotong-sepotong, karena mengutamakan pendidikan otak yang bertujuan agar mampu masuk perguruan tinggi. Pendidikan mental, apalagi pendidikan untuk mengubah sikap mental bangsa sangat diabaikan, kalaupun ada kurikulum agama dan pancasila metodenya sangat verbalistik, watak dan perilaku beragama dan berpancasila setelah diberi pelajaran, tidak pernah dinilai”[6]
Lebih lanjut untuk untuk mencapai tujuan pendidikan perlu dibuat suatu lingkungan yang mendukung suasana pendidikan, supaya murid terlibat kedalam arus segala aktivitas dengan segala kegairahan. Dengan demikian, tanpa disadari mereka terbiasa bergerak terus menerus sampai merasakan adanya sesuatu yang hilang kalau tidak ada yang dikerjakan. Oleh karena itu program pendidikan INS memerlukan berbagai sarana, seperti ruangan untuk kecerdasan otak, bengkel terampilan untuk etos kerja, sanggar seni dan lapangan olah raga, serta asrama untuk pembinaan mental. (AA. Navis:1996:108).
Program kurikulum ”plus” seperti yang disinggung di atas, bagi pendidikan INS bukan sebagai pelajaran tambahan yang boleh ada dan boleh juga tidak. Posisinya sama pentingnya dengan kurikulum akademik. Materi dan jumlah jamnya jauh lebih banyak, akan tetapi materi kurikulumnya dapat diganti atau diubah sesuai dengan kondisi sekolah dan lingkungan karena fungsinya adalah sebagai alat bukan tujuan. Salah satu contoh pada umumnya disekolah lain murid belajar selama 5 jam sehari dan 6 hari dalam seminggu. Pada pendidikan INS murid telah mengikuti program sejak bangun tidur dipagi hari sampai masuk waktu tidur lagi malam hari. Bahkan pada hari Minggu atau hari besar pun mereka tetap dalam suasana belajar, yaitu belajar untuk mengembangkan pribadinya, dan belajar hidup sebagai anggota masyarakat. Oleh karena itu pendidikan INS pada bagian kurikulum non akademik sangat penting mempertimbangkan kondisi pisik dan kejenuhan.
Dan untuk mempertimbangkan itu maka program pendidikan ”plus” dibagi dalam 3 kelompok, yaitu program wajib, pilihan dan tambahan. Sebagai sekolah umum seluruh kurikulum akademik merupakan program wajib, sedangkan kurikulum plus seperti keterampilan, seni dan olah raga wajib diikuti sampai kelas dua, pada kelas tiga ada beberapa materi kurikulum yang diikuti murid sebagai pilihan. Misalnya seorang murid berbakat melukis tidak suka sepak bola, murid perlu diperkenalkan dengan peralatan teknologi komputer. Disamping itu murid perlu mengikuti pendidikan tambahan, umumnya diberikan pada kurikulum tertentu yang diutamakan adalah yang secara langsung berguna dalam praktik kehidupan sehari-hari setelah murid keluar dari sekolah, misalnya bahasa inggris, bahasa Indonesia, akunting sederhana dan pendidikan agama.
Program Asrama, merupakan sarana yang amat penting untuk melaksanakan program pendidikan yang bersifat total. Hasil penelitian pada pendidikan INS menyetakan bahwa ”sekolah yang berasrama dengan yang tidak berasrama sangat berbeda dari sikap mental, sebagaimana contoh dapat diteladani hasil pendidikan sekolah guru atau madrasah yang berasrama dengan tidak. Murid yang tinggal di asrama rata-rata jauh lebih berhasil sebagai panutan dan teladan dalam hidupnya setamat sekolah. Sejalan dengan sistem dan program dalam kampus murid doberikan kesibukan yang terus menerus yang pada pokoknya belajar, bekerja dan berkreasi sejak bangun subuh sampai tidur malam, dengan demikian murid ”tidak senang diam”mereka selalu berpikir, berbuat dan berinisiatif.
Metide yang dipakai pada asrama ini menurut pendidikan INS adalah lebih mementingkan kesadaran sendiri, tahap disiplin yang akan dicapai, selain berkebiasaan yang positif dalam diri murid agar tumbuh sikap dan prilaku sebagaimana yang dilakukan orang yang taat beragama. Metode lain yang digunakan adalah murid dikelompokkan kejumlah 5-7 orang dan diberi tugas keasramaan dalam semangat kolegalitas. Secara bergiliran masing-masing menjadi pimpinan, metode ini mempunyai tujuan agar murid belajar menjadi pemimpin dan sekaligus belajar menjadi anggota yang baik.
Intensifikasi Pendidikan, maksudnya adalah pada waktu di kelas tiga, murid diberi pendidikan intensif menurut pilihan masing-masing, yang akan melanjutkan ke perguruan Tinggi diberi tambahan pendidikan pada kurikulum akademik tertentu, sedang murid yang akan memasuki masyarakat diberi tambahan pendidikan intensif pada kurikulum kejuruan yang akan dikuasai murid, baik itu bengkel kerja maupun sanggar seni serta hal lain yang menurut minatnya.
D. Fungsi Kurikulum
Pendidikan INS mengelompokkan kurikulum menjadi empat bidang, yaitu bidang akademik, keterampilan, kerihanian dan kesiswaan. Bidang akademik terdiri dari ilmu-ilmu eksakta, sosial dan bahasa sesuai dengan program pendidikan di sekolah negeri, yang berfungsi untuk mengembangkan kecerdasan otak murid yang berada pada tiap-tiap materi pelajaran, misalnya materi kurikulum eksakta seperti matematika, fisika, kimia dan lain sebagainya.
Bidang keterampilan terdiri dari kerajinan tangan pada bengkel kerja atau lapangan, yang fungsinya tidak sama dengan sekolah kejuruan tetapi lebih mengutamakan keahlian dan kemahiran mengerjakan materi kurikulum yang dipelajari, tetapi juga tidak sama dengan pendidikan di sekolah umum, tetapi menurut INS adalah untuk mendidik murid agar memiliki etos kerja disatu sisi, atau dalah istilah lain menumbuhkan sikap ”tidak senang diam” selalu saja ingin berbuat atau memikirkan sesuatu yang berfaedah, yang menghasilkan sifat aktif dan kreatif.
Bidang kerohanian terdiri dari pendidikan kesenian, olahraga dan agama, yang berfungsi untuk membentuk sikap mental murid dari poada keahlian seperti yang diajarkan pada sekolah kejuruan. Sebagai tambahan dari kurikulum ini adalah seni rupa, seni sastra, seni musik dan seni drama.
Bidang kesiswaan terdiri dari pengorganisasian kegiatan kemasyarakatan di dalam dan di luar kampus sekolah, yang berfungsi untuk mendidik dan sekaligus melatih murid untuk hidup bermasyarakat baik pribadi maupun fungsional.
Menurut Sjafei, setiap kurikulum pendidikan umum bukan bertujuan agar murid menjadi ahli dibidang studi yang dipelajarinya. Pendidikan menjadi ahli adalah pada sekolah kejuruan, baik pada tingkat mengengah maupun tinggi. Demikian pula halnya pendidikan ilmu pengetahuan pada kurikulum akademik, bukan untuk mengenal atau menguasai ilmu-ilmu yang diajarkan, melainkan fungsinya sebagai alat untuk mengembangkan kecerdasan otak murid.
E. Ganjaran
Kebiasaan sekolah manapun di Indonesia ini pastilah memiliki 2 macam ganjaran, yaitu jenis ganjaran atas prestasi yang umumnya berupa nilai raport sekolah, dan jenis ganjaran atas kesalahan ditentukan oleh guru ataupun kepala sekolah.
Ganjaran atas Prestasi, menurut konsep INS sebagaimana yang dilaksanakan oleh Sjafei pada masa lalu, sekolah tidak menyediakan raport sekolah karena tidak mudah mengukur prestasi murid yang berbeda-beda kemampuannya. Ada murid yang pinter dalam pelajaran akademik, tetapi kurang pada pelajaran lain. Ada murid yang datang hanya untuk belajar satu dua kurikulum saja dan sama sekali tidak belajar akademik atau ada murid yang datang karena pindahan. Tetapi penggantian raport itu diberikan surat keterangan menurut bidang kurikulum yang dilaksanakan murid, tetapi pada masa sesudah Sjafei, karena fasilitas telah mencukupi semua maka baru diadakan raport sebagai indikator keberhasilan, karena jika tidak melakukan itu INS dituding sebagai sekolah liar. Untuk standar evaluasi terhadap pelajaran murid dilaksanakan evaluasi yang terus menerus yang tidak hanya kurikulum akademik, melainkan 3 komponen lainnya diberikan peilaian juga.
Ganjaran atas kesalahan murid berasal pada pertimbangan dari tiga sebab kesalahan, yaitu karena ketidaktahuan, kenakalan, dan kejahatan. Karena INS bukan semacam sekolah rehabilitasi anak nakal, murid yang melakukan kejahatan yang menjurus pada tindak kriminalakan langsung dikeluarkan dari sekolah. INS tidak mempunyai program khusus untuk memperbaiki mental murid yang jahat. Menurut mereka kejahatan satu-dua murid dapat merusak tatanan kehidupan kampus seperti virus yang menggerogoti tubuh manusia secara cepat. Dan INS sangat menghindari ganjaran fisik murid (AA. Navis: 1996: 137).
F. Peranan Guru
Peranan guru yang dimaksud dalam sistem pendidikan INS disini adalah semua tenaga-tenaga yang karena tugasnya akan berhadapan langsung dengan murid, termasuk didalamnya para pembina asrama. Betapapun idealnya suatu sistem pendidikan, pada akhirnya kemampuan para gurulah yang paling menentukan. Guru yang hanya mengajar jika ada jam serta berwatak hanya untuk mncari uang saja dengan tidak melihat kemampuan ilmunya, kata Sjafei tidak cocok mengajar di INS.
Guru akan selalu berhadapan dengan murid serta lingkungan sosial, secara penuh dan terus menerus guru akan diteladani dan dinilai oleh mereka yang dihadapinya, baik pada buah pikiran dan pandangan hidupnya, maupun pada budi pekerti, oleh karena itu guru yang dinilai ideal pada peringkat pertama menurut INS adalah :
1. Memiliki wawasan nasional yang strategis bagi bangsa Indonesia,
2. Memiliki kepedulian sosial yang sesuai dengan naluri kemanusiaan,
3. Memiliki dedikasi pada profesinyasebgai guru dalam kegiatan dan prilaku yang sesuai dengan tujuan INS dalam membangun manuais Indonesia,
4. Memiliki daya kritis yang rasional dan sikap aktif-kreatif,
5. Memiliki etos kerja yang berfaedah bagi masyarakat, murid dan lingkungan maupun bagi dirinya sendiri.

Dan guru yang dinilai ideal pada peringkat kedua menurut pendidikan INS Kayutanam adalah :
1. Memiliki sikap kolegial yang koperatif dengan lingkungan dan sesama guru,
2. Memiliki sikap displin secara konsisten dalam melaksanakan peraturan dan kesepakatan bersama,
3. Memiliki rasa kepemilikan bersama yang positif terhadap ruang pendidik INS,
4. Memiliki kemampuan membina dirinya sendiri agar sesuai dengan sasaran program pendidikan yang diberikan kepada murid,
5. Memiliki kejujuran dan keikhlasan.

Peran guru yang lain yang disampaikan Sjafei adalah dalam mengajar, guru jangan sampai mendominasi murid sehingga murid harus menerima apa saja kata guru. Murid harus mengembangkan dirinya dalam pikir dan bekerja. Oleh karena itu kunci dari sistem INS ini adalah ”sebagai program terpadu, kenaikan kelas pada murid tidak tergantung kepada nilai akademiknya semata, karena INS merupakan sekolah yang terdiri dari tingkat SMP dan SMA dengan pendidikan tambahan, yang lazim disebut ’plus”, yang terdiri dari pendidikan keterampilan, kerohanian dan kesiswaan yang berasrama.

Posisi Sjafei dalam Dekonstruksi Masyarakat Lewat Pendidikan
Keberadaan INS Kayutanam sekarang mungkin tidak sebesar sejarah dan jasanya akan kemerdekaan Indonesia dan pembangunan karakteristik masyarakat. M Sjafei nama itulah tokoh sentral dibalik transformasi sosial besar dan dialektika masyarakat Minangkabau dalam memecahkan tantangan zamannya dan mengisi pembangunan resourches manusia-nya. INS Kayutanam hadir pada posisi kritik fundamental terhadap masyarakat Indonesia umumnya dan Minangkabau khususnya. Posisi kritik yang berseberangan dengan karakter pendidikan umum yang menghamba sebagai juru ketik atau posisi birokrasi baik di zaman kolonial ataupun kondisi transisi pasca kemerdekaan bahkan sampai sekarang tentang orientasi primitif dari kaum terpelajar Indonesia yang sesat.
M. Sjafei hadir dalam Tiga Dimensi pendidikan yang komprehensif dalam membangun manusia Indonesia yang progresif dan tangguh. Dimensi spiritual dan seni dalam basis kepercayaan, emosional dan daya imaji manusia yang kreatif dimensi akal budi sebagai cerminan kekuatan pikiran manusia dalam memecahkan persoalan hidup dan ilmu pengetahuan akademik serta dimensi keterampilan produktif atau teknik dalam menciptakan manusia yang aktif berkarya dan berproduksi sesuai dengan alam-nya. Pada posisi inilah INS Kayutanam hadir sebagai bangunan utuh dari pendidikan yang paripurna dalam menjalankan 3 sekolah umum dalam satu ruang pendidik asrama seperti tradisi pesantren, sekolah umum dan sekolah teknik.

Penutup
INS Kayutanam dalam praktiknya mencoba menjungkirbalikkan tradisi produksi masyarakat dunia ketiga yang terbelakang dan tertinggal dalam posisi ilmu pengetahuan serta teknologi. Dekonstruksi masyarakat yang tidak produktif menjadi produktif inilah yang ingin dicapai oleh Sjafei sebagai pendidik yang banyak mempelajari Eropa dalam pembangunan masyarakatnya.
Posisi teori dan praktik INS Kayutanam setidak-tidaknya Sjafei telah membuktikan bahwa kemunduran industri nasional dan industri Sumatera Barat hancur luluh lantah diserbu oleh Neo-liberalisme. “Berproduksi di setiap rumah tangga, jangan hanya bisa berkonsumsi karena kalau konsumsi lebih tinggi dari produksi maka yang ada hanyalah hutang dan korupsi” pelajaran yang paling berharga dari Sjafei telah melanda masyarakat Indonesia umumnya dan Minangkabau khususnya.
Sekolah model INS Kayutanam perlu diperbanyak seantero Negeri ini, otak cerdas, mental dengan tangan aktif berkreasi perlu ditempa pada sekolah umum. Tidak seperti sekarang yang menjadikan peserta didik lulusan yang siap masuk Perguruan Tinggi dan menjadikan tukang-tukang hafal isi buku untuk menjawab ujian tertulis.
* Penulis adalah Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang, sekarang tengah menuliskan Desertasi Prodi Teknologi Pendidikan Pascasarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
[1] Marah Sutan merupakan gelar umum yang diberikanpada orang yangsudah menikah di Minangkabau, dan menjadi pengganti panggilan oleh masyarakat. Kata Marah berasal dari bahasa aceh meurah, raja kecil dan sering dipakai oleh para bangsawan Padang pada abad 18
[2] Sekolah ini telah berdiri oleh Belanda pada tahun 1856, diperuntukkan bagi pendidikan guru dan pegawai pribumi
[3] Di Jakarta banyak sekali disebutkan para sejarawan tentang aktivitas Sutan Marah, ide pundamentalis yang ditinggalkannya adalah beliau pernah mengumpulkan 3 tokoh penting Kemerdekaan yang mendirikan partai National Indische Partij, yaitu Douwes Dekker, Tjipto Mangunkusumo dan Soewardi Soerjaninggrat (Ki Hajar Dewantara), beliau meyakinkan bahwa pentingnya pendidikan nasionalbagi menyiapkan bangsa untuk menyambut kemerdekaan. Kemudian Douwes Dekker mendirikan Instituut tahun 1914 di Bandung, dan Ki Hajar Dewantara melanjutkan pendidikan keguruan di Belanda dan setelah pulang mendirikan Taman Siswa tahun 1922 di Yogjakarta.
[4] Ini kisah yang sangat menyedihkan bagi Sjafei di Belanda dan Bapak Angkatnya di Jakarta, keluhannya yang terkenaldalam suratnya pada anak angkatnya Ismail di Salatiga karena memikirkan Sjafei di Belanda, adalah “…Boleh dikatakan sekarang bapaknda makan nasi dengan garam saja. Sesungguhnya dengan pensiun 95,58 gulden cukup untuk hidup Bapaknda dan Bundaanda Chalidjah. Sedangkan keperluan Bapaknda tidak lagi, kecuali makan sekedatnya. Tapi rupanya Bapaknda dilahirkan untuk menolong manusia. Uang pensiun habis tiap bulan untuk keperluan itu saja. Niat untuk membeli sandal seharga 2 gulden tinggal niat saja. Bapaknda berjalan kemana saja tidak beralas kaki….”. (Baca Baihaqi: 2007: 131).
[5] Setelah lembaga ini banyak mengeluarkan alumni dan setelah merdeka, maka Sjafei menyindir murid-muridnya yang telah berhasil”Bagus kamu dapat ilmu, Cina yang punya ekonomi. Kamu tau kenapa bisa begitu, karena Cina itu mau bekerja keras”, kemudian beliau mengatakan lagi “begitulah kalau pendidikan di Indonesia berfungsi hanya memberi ilmu, tidak mengembangkan akalmanusia untuk mengolah ilmu itu”.
[6] Jiwa nasionalisme Sjafei sebetulnya tidak dikhawatirkan lagi karena beliaulah yang membacakan teks proklamasi untuk Sumatera setelah Sukarno Hatta pada tanggal 29 Agustus 1945 di Bukittinggi.(baca AA. Navis: 1996: 39).

Mengenai Saya

Foto saya
Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia
Kota Kelahiranku Bangka Island,tepatnya di Kotaberingin, pekerjaanku pengajar di IAIN Raden Fatah Palembang

Ceria Bersama

Ceria Bersama
Puncak Island

Total Tayangan Halaman

Bersama Kita Bisa

Bersama Kita Bisa
Jarlitnas NTB

Kehidupan Gembira

Kehidupan Gembira
Bersama Tetap Ada

Bagaimana pendapat anda tentang blog ini

Berapa kali anda mengunjungi Blog ini